Baca artikel GGWP lainnya di IDN App
For
You

Penjelasan Ending Adolescence di Netflix, Konklusi Semua Kebingungan

Ending Adolescence
Ending Adolescence (Netflix.com)
Intinya sih...
  • Ending pilu serial Adolescence di Netflix memberikan renungan mendalam tentang kekerasan remaja, hubungan ayah-anak, dan dampak psikologis dunia digital.
  • Episode pertama menggiring simpati penonton kepada Jamie, sementara episode 2 dan 3 menunjukkan penyebab tindakan tragisnya.
  • Hubungan ayah-anak yang hancur, kamar tidur sebagai simbol awal dan akhir, serta elemen personal dalam adegan terakhir menjadi poin penting dari ending tersebut.

Serial Adolescence di Netflix menutup ceritanya dengan cara yang pilu, menyisakan renungan mendalam tentang kekerasan remaja, hubungan ayah-anak, dan dampak psikologis dari dunia digital.

Selama empat episode, penonton diajak menelusuri kasus tragis yang melibatkan Jamie Miller, seorang anak laki-laki berusia 13 tahun yang dituduh membunuh teman sekolahnya, Katie.

Ending serial ini membungkus semua konflik emosional dengan elegan dan menyayat hati. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci ending Adolescence dan mengurai kebingungan yang mungkin muncul selama menontonnya.

Jamie Memang Bersalah, Tapi Mengapa?

Ending Adolescence
Ending Adolescence (Netflix.com)

Episode pertama Adolescence sengaja dirancang untuk menggiring simpati penonton kepada Jamie. Dengan akting Owen Cooper yang menggambarkan Jamie sebagai anak lugu, penonton akan berpikir bahwa dia terlalu muda dan rapuh untuk melakukan kejahatan keji seperti pembunuhan. Namun semua ilusi itu hancur ketika di akhir episode, rekaman CCTV menunjukkan Jamie menusuk Katie tujuh kali di tempat parkir. Fakta itu tidak bisa disangkal.

Penulis naskah, Jack Thorne, memang ingin menciptakan drama why-done-it daripada whodunit.

Fokus utama bukan pada siapa pelakunya, tapi mengapa hal tersebut terjadi. Selama Episode 2 dan 3, penonton diperlihatkan runtutan penyebab yang berkontribusi terhadap tindakan Jamie.

Ia merasa terisolasi, memiliki harga diri rendah, menjadi korban perundungan, serta terpapar propaganda incel secara online.

Salah satu momen penting adalah ketika Katie mempermalukan Jamie di media sosial dengan menuduhnya sebagai incel. Hal ini menjadi titik balik emosional yang memicu tindakan impulsif Jamie. Dalam ketidaksiapan mental dan psikologis sebagai remaja, Jamie mengambil jalan yang sangat tragis dan tak bisa diperbaiki.

Hubungan Ayah dan Anak yang Menghancurkan

Ending Adolescence
Ending Adolescence (Netflix.com)

Ending Episode 4 menyoroti hubungan Jamie dengan ayahnya, Eddie Miller, yang diperankan dengan penuh perasaan oleh Stephen Graham.

Setelah Jamie menyatakan akan mengubah pengakuannya menjadi bersalah, Eddie hanya bisa berdiri di kamar anaknya, memeluk boneka beruang Jamie dan memintanya maaf. Ini adalah simbol bahwa Eddie masih belum mampu menerima kenyataan bahwa anaknya adalah seorang pembunuh.

Menurut Thorne, Jamie tidak sepenuhnya menyadari dampak final dari perbuatannya. Ia hanya tahu bahwa dunia kini memandangnya sebagai monster, dan satu-satunya hal yang dia cari hanyalah pengakuan kasih sayang dari ayahnya. Namun hal itu tidak akan pernah dia dapatkan lagi.

Adegan ketika Jamie memohon agar psikolog menyampaikan pada ayahnya bahwa dia masih “baik-baik saja” memperlihatkan betapa putus asanya dia dalam mencari validasi dan pengampunan.

Stephen Graham mengatakan bahwa dirinya ingin menekankan bahwa Eddie bukanlah orang tua yang kejam atau abusive. Ia adalah ayah pekerja keras yang mencintai keluarganya dengan cara yang tidak selalu terlihat.

Namun, cinta yang tidak diungkapkan secara verbal atau emosional bisa menciptakan jarak yang menghancurkan, terutama dalam kondisi mental Jamie yang rapuh.

Kamar Tidur Sebagai Simbol Awal dan Akhir

Ending Adolescence
Ending Adolescence (Netflix.com)

Ending Adolescence mengembalikan penonton ke tempat semuanya dimulai: kamar tidur Jamie. Di ruangan ini, Jamie pertama kali mengakses konten beracun yang membentuk pola pikirnya. Kamar ini juga menjadi saksi bisu kesendirian dan keputusasaan Jamie yang pada akhirnya mendorongnya melakukan kejahatan.

Dalam adegan terakhir, Eddie berada di ruangan yang sama, bukan untuk mencari petunjuk atau menenangkan anaknya, melainkan untuk menangisi segalanya yang telah hancur. Ia melihat ke arah lemari dan menemukan foto-foto kebersamaan keluarganya yang ditempatkan diam-diam oleh kru produksi, hanya untuk dilihat oleh aktor saat pengambilan gambar.

Foto itu bukan bagian dari naskah atau properti yang akan muncul di layar, tapi mereka berhasil memicu emosi murni dari Graham, membuat adegan menjadi benar-benar menyentuh dan jujur.

Barantini, sang sutradara, sengaja menambahkan elemen personal ini agar performa Graham menjadi lebih otentik. Adegan itu digunakan sebagai pengambilan terakhir karena memberikan emosi yang paling dalam dan nyata. Air mata yang keluar dari Eddie bukanlah akting semata, melainkan ekspresi penuh dari seorang ayah yang hancur secara emosional.

Graham mengatakan bahwa Adolescence adalah cerita tentang dampak. Bukan hanya pada korban, tetapi juga keluarga pelaku, komunitas, dan bagaimana trauma menyebar layaknya gelombang. Ia ingin penonton memahami bahwa meskipun Jamie melakukan tindakan mengerikan, lingkungan dan sistem juga berperan dalam membentuk siapa dia.

Dengan menyuguhkan ending yang kembali ke akar cerita, Adolescence tidak hanya menuntaskan misteri utama, tetapi juga memberikan refleksi mendalam tentang remaja, maskulinitas, dan kegagalan komunikasi dalam keluarga.

Kita diperlihatkan bahwa dalam dunia modern yang penuh tekanan dan ekspektasi, seorang anak bisa tersesat bahkan di tengah keluarga yang mencintainya.

Adolescence bukan sekadar kisah kriminal, tetapi juga peringatan tentang pentingnya pengawasan, empati, dan kasih sayang dalam membentuk masa depan generasi muda.

Share
Topics
Editorial Team
Doni Jaelani
EditorDoni Jaelani
Follow Us