Interaksi karakter jadi salah satu kekuatan utama film ini. (IMDb)
Sri Asih menjadi film yang memperbaiki beberapa kesalahan Gundala, namun masih terjebak dalam kepretensiusan ceritanya. Kini di Virgo and the Sparklings, Bumilangit akhirnya bisa mendapatkan kunci film superhero yang asyik. Yaitu, baik cerita dan karakternya hanya perlu tampil jujur apa adanya.
Karakter di dalam film ini merupakan angin segar, dimana mereka bertingkah sesuai dengan usia dan watak mereka. Tidak ada dialog super dalam dan sok intelektual – Riani dan teman-temannya bersikap dan berbicara seperti anak remaja pada umumnya. Interaksi mereka pun sangat menarik, mengalir, dan bisa mengundang reaksi para penonton.
Ceritanya sendiri tergolong mengalir cepat, karena memadatkan banyak storyline dari komiknya ke dalam runtime mendekati 2 jam. Meski demikian, tema yang disajikan lebih ringan dari Gundala dan Sri Asih, serta elemen-elemen pentingnya sudah cukup lengkap sehingga penonton nggak kebingungan.
Meskipun menampilkan tema yang kontras dengan film BCU sebelumnya, ciri khas jagat sinematik yang diorkestrai Joko Anwar ini tetap mengemuka. Ada semacam elemen horor dan mistis yang menyelimuti konflik dalam film ini. Jika dihayati, ada kesamaan nuansa gritty yang dibawa dari Gundala dan Sri Asih.
Kekurangan film ini terdapat pada beberapa poin world-building yang tidak dijelaskan lebih dalam. Selain itu, beberapa karakter juga kurang mendapatkan pendalaman seperti misalnya anggota Scorpion Sisters yang lain, karena penonton diajak untuk terus fokus pada Carmine.
Kekurangan lainnya terdapat pada sisi CG yang kurang nendang jika dibandingkan dengan Sri Asih. Koreografi aksi sendiri terkesan biasa saja, namun mengingat karakter-karakternya yang bukan tipe petarung sebenarnya masih bisa dimaafkan.