Bagaimana Cara Astronaut Muslim Salat dan Puasa di Luar Angkasa? Begini Penjelasannya

Kamu pernah enggak sih bertanya-tanya, apa yang dilakukan oleh astronaut Muslim jika ingin salat dan puasa saat menjalankan misi ke luar angkasa?
Pangeran Sultan bin Salman al Saud. Laki-laki ini adalah astronaut Muslim sekaligus berdarah Arab pertama yang ada di dunia. Ia telah menjalankan misi antariksa sejak 1985.
Sultan-lah orang yang paling tahu mengenai tantangan seorang Muslim di luar angkasa. Dalam wawancaranya bersama NPR, ia mengungkapkan bahwa salat dan puasa adalah kewajibannya sebagai Muslim yang tak pernah ia lewatkan walaupun sedang bertugas.
1. Kesulitan pertama adalah menentukan waktu salat
Tantangan pertama yang harus dihadapi astronaut Muslim adalah penentuan waktu salat. Jelas saja, umat Islam cukup bergantung pada kondisi Matahari. Padahal di luar angkasa, pergerakan sang surya tak bisa diamati secara normal.
“Astronaut di luar angkasa menyaksikan 16 matahari terbit dan 16 matahari tenggelam dalam sehari, jadi tidak jelas kapan waktu untuk salat dan puasa,” kata Dr. Mohammed Al Ahbabi, direktur jenderal UAE Space Agency.
Hal ini terjadi ketika berada di International Space Station (ISS), markas yang berada di orbit Bumi. Alasannya, ISS mampu mengelilingi Bumi dalam waktu 90 menit. Jika mengikuti perhitungan tersebut, astronaut harus menjalankan salat wajib sebanyak 80 kali, lho!
Namun sebenarnya tidak seekstrem itu, astronaut bisa mengikuti waktu salat tempat peluncuran misi antariksanya. Seperti halnya Pangeran Sultan. Ia berangkat dari Florida dalam misinya di tahun 1985, maka ia mengikuti waktu salat di kota tersebut selama perjalanan.
Cara Pangeran Sultan pun ditetapkan menjadi standar dalam konferensi Badan Antariksa Malaysia (ANGKASA) pada tahun 2006.
Diskusi tersebut membuahkan buku panduan berjudul A Guideline of Performing Ibadah (worship) at the International Space Station (ISS). Semua hal yang berkaitan dengan ibadah umat Islam di luar angkasa telah diatur di sana.