Alex Tokyolite. Sumber: facebook.com/Tokyolite
Apakah membawakan cover lagu harus membayar royalti?
Alex: In the ideal world, tentu saja, karena yang meng-cover akan mendapatkan keuntungan secara “komersil”. Tapi sistem monetisasinya sudah cukup berkembang dan mempermudah banyak pihak yang ingin membuat cover.
Tora: Tentunya. Apalagi kalau direkam dan dipublikasikan seperti artis-artis cover yang di YouTube. Sistemnya ada kok, dan cukup sederhana.
Apakah seorang DJ harus membayar royalti juga, meskipun mereka memainkan lagu remix?
Tora: Nah ini bisa macem-macem. Apakah lagu ini dia yang nge-remix? Kalau iya, nge-remix itu kan butuh ijin juga, dan saat proses ijin ini dia juga harus membayar royalti ke yang punya lagu karena, ya namanya remix. Lalu siapa pemilik master lagu remix itu? Bisa jadi si DJ akan membayar diri sendiri, bukan?
Jadi memang layernya banyak sih, pun situasional. Untuk yang begini-begini mending nanyanya ke praktisi hukum HAKI, biar bisa dibedah lebih mendalam situasinya.
Tapi tetap, rule of thumb: kalo lo make lagu orang buat nyari duit, one way or another lo akan membayar royalti.
Sebelum kabar soal pembayaran royalti musik ini merebak, bagaimana pengalaman musisi Indonesia menerima royalti?
Tora: Selama ini gue hanya mendapatkan pemasukan dari agregator, karena musik gue sendiri bukan musik yang umum diputar di ruang publik, jadi buat apa gue kejar-kejar yang nggak ada, ahhaha. Tapi orangtua gue adalah penulis lagu, dan pada jamannya lagunya masih sering diputar sih selalu dapat kiriman laporan dari YKCI per tahun. This was back in the 90’s ya, dan dari masa itu sampai masa sekarang ada banyak perubahan yang gue tidak alami secara langsung, jadi gue nggak punya kapasitas untuk membahas itu.
Alex: Idem seperti Tora, sejauh ini sih gw baru merasakan secara langsung via agregator. Tapi ada beberapa lagu gw yang dirilis di Jepang dan secara sistem royalti mereka memang udah sangat settle dan jelas. Perincian pembagian royalti bahkan cukup detail sampe ke penulis lagu, penulis lirik dan band-nya sendiri.
Kalian sebagai musisi, bagaimana pengalaman kalian memperjuangkan royalti karya kalian?
Tora: Gue sih hanya memastikan semua karya gue terdaftar dengan baik di badan-badan yang mengurusi dan dicek secara berkala.
Alex: Intinya tinggal didaftarkan saja karyanya ke lembaga hak cipta/ yang berwewenang, dari situ ya tinggal ikuti proses yang berlaku saja.
Dengan digalakannya aturan royalti musik ini, apa harapan kalian buat industri musik Indonesia, pemerintah, serta masyarakat umum?
Alex: Harapan gw simple, karya musik pelan pelan tidak lagi jadi sesuatu yang “taken for granted” karena di dalamnya ada waktu, tenaga dan banyak hal lainnya. Serta setidaknya, mulai ada langkah konkrit agar kehidupan seniman musisi nantinya bisa lebih terjamin melalui hak hak yang dia terima dari karyanya yang beredar secara komersil. Memang bukan hal yang mudah, tapi toh semua dimulai dari baby steps.
Tora: Harapan terbesar gue sih orang-orang jadi lebih melek mengenai hak atas karya dan bahwa menjadi seniman itu ada nilai ekonominya, jadi hal-hal semacam ini tidak diremehkan lagi. Juga, gue harap sistem ini berjalan dengan baik dan sehat supaya ekonomi di industri kreatif berputar. Kalau duitnya muter, seniman hidupnya lebih tenang, karya baru dan bagus akan lahir dengan sendirinya.
Itu dia beberapa insight soal royalti lagu dari Alex Tokyolite dan juga Tora. Semoga buat kita sebagai penikmat musik juga mendapatkan pencerahan dan baiknya bisa lebih apresiatif lagi kepada para musisi. Siapa lagi yang bakal dukung para musisi untuk berkarya selain kita fans mereka, betul?
Jangan lupa juga buat cek karya-karya Tokyolite dan Tora di Spotify dan platform musik lainnya!