Byrne kemudian bercerita bahwa bukunya diinspirasi oleh sebuah percobaan yang dilakukan oleh Richard Stephens, seorang psikolog perilaku dari Keele University, Staffordshire, Inggris.
Intinya, Stephens penasaran pada pernyataan para psikolog zaman dulu. Jika memang sumpah serapah hanya menambah rasa sakit, mengapa manusia otomatis mengeluarkannya saat merasa sakit?
Dalam penelitian gabungan yang bertajuk “Effect of swearing on strength and power performance” pada 2009, Stephens melibatkan 67 mahasiswa yang bergabung secara sukarela. Sang psikolog kemudian memerintahkan mereka untuk mencelupkan tangan mereka ke dalam air es selama mungkin.
Percobaan tersebut dipecah ke dalam dua sesi: sesi pertama dengan sumpah serapah dan sesi kedua dengan perkataan biasa. Jadi, jika mereka mulai merasakan sakit, mereka bisa bersumpah serapah atau hanya “aduh-aduhan”.
Hasilnya, Stephens mencatat bahwa pada sesi pertama, para mahasiswa dapat menahan rasa sakit akibat dinginnya es lebih lama dari sesi kedua.
Berdasarkan temuan tersebut, maka Stephens menyatakan bahwa sebenarnya sumpah serapah dapat meningkatkan daya tahan seseorang terhadap rasa sakit, bukan memperburuk.