Ditemui di acara pemaparan hasil riset UI dan MABAR di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi di Jakarta, pada Kamis (1/9), Puji Waluyo, guru pembina Esports SMA Marsudirini, menceritakan awal mula adanya ekstrakurikuler ini.
“Awalnya dari ketertarikan anak-anak. Mulai banyak banget yang ingin esports, tetapi tidak ada wadah. Akhirnya minta ijin ke sekolah, nggak segampang itu. Lalu akhirnya, cari-cari guru, ketemunya sama saya. Dengan birokrasi yang agak panjang, akhirnya ya sudahlah kita fasilitasi,” ceritanya.
Dirinya juga menceritakan bahwa ekstrakulikuler ini sudah hadir dari 2019 lalu. Tetapi hingga kini, sudah ada ratusan peserta yang ikut ekstrakurikuler ini.
“Dari 2019 sudah punya ekskul. Kini sudah punya 150 peserta esports. Ada 11 tim MLBB, 7 tim Valorant, 4 tim PUBG, 1 tim DOTA 2, dan 1 tim CODM,” lanjutnya.
Puji juga mengatakan bahwa anak-anak harus mengikuti kejuaraan ketika memasuki ekstrakurikuler ini.
“Saya selalu bilang ke anak-anak, kalau ikut ekskul esports adalah satu harus berani ikut kejuaraan. Karena apa? Karena kalau cuma ekskul buat latihan-latihan doang, sama saja kamu kayak belajar sendiri,” ucapnya.
Guru dari SMA Marsudirini ini juga mengatakan bahwa sudah banyak universitas yang memberikan privilege pada pelajar yang miliki prestrasi di esports.
“Sekarang sudah banyak universitas yang memberikan kayak privilege, buat anak-anak yang berprestasi di bidang lomba itu. Kita kerja sama dengan satu universitas, jadi buat anak-anak yang punya prestasi di esports, otomatis biasanya dapat diskon atau lain-lain,” lanjutnya.