Kehadiran bug sendiri menjadi murni kesalhan dari developer game. Sehingga menjadi tugas mereka untuk segera memperbaiki dan memastikan tidak ada lagi bug atau glitch dalam game.
Namun melakukan hal tersebut bukanlah hal yang mudah mengingat kompleksitas pengerjaannya. Artinya kemungkinan besar bug atau glitch masih akan muncul di sana sini selama game masih terus mengalami peningkatan!
Dalam kasus ini, khususnya bagi Valve sebagai developer dan orang yang betanggung jawab untuk menjaga kestabilan game, mereka cenderung acuh dan lebih fokus untuk memperbaiki bug tersebut dibandingkan menghukum para pemain yang melakukannya.
Lalu bagaimana hukuman yang diberikan pada pemain terkait dengan bug abuse ini? Biasanya adalah hukuman diberikan oleh pihak penyelenggara turnamen yang mellputi diskualifikasi atau pengurangan poin.
Hal ini juga sempat terjadi di kejadian Fnatic pada pertandingan CS:GO melawan LDLC di mana Fnatic berhasil mengembalikan keadaan dengan memanfaatkan salah satu bug dalam game.
fnatic berdamain dengan LCDC setelah skandal bug abuse. Sumber: fnatic.com
Dreamhack selaku pihak penyelenggara memutuskan untuk menganulir kemenangan Fnatic dan menyarankan untuk melakukan rematch dengan map yang berbeda. Usulan ini ditolak oleh Fnatic yang kemudian memutuskan untuk walk out.
Lalu bagaimana dengan pemain yang menyalahgunakan bug? Seperti yang sudah disebutkan di atas, pada dasarnya kehadiran bug adalah kesalahan dari developer. Namun pemain terikat sebatas pada etika saja untuk tidak menyalahgunakannya.
Artinya selama tidak ada sanksi dalam pertandingan, para pemain tetap terikat secara etika untuk tidak memanfaatkan bug tersebut untuk meraih kemenangan secara tidak fair!
Pada akhirnya masalah ini mejadi isu yang serius namun cukup sulit disikapi di ranah esport. Mudah-mudahan kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan dapat dicarikan solusi permanannya demi kelansungan esport sebagai olahraga yang diakui!
Diedit oleh Audi E. Prasetyo