Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel GGWP lainnya di IDN App

“Udah kena mentalnya” kalimat tersebut sering kali terdengar kala adanya pertandingan esports. Tapi apa benar hanya karena kena mental sebuah tim esports bisa kalah? Apakah hanya mental yang menjadi penentu juara?

Opini penulis mengatakan tidak. Tentu ada dasar mengapa penulis mengatakan hal tersebut, karena esports kaitannya adalah dengan olahraga.

Dalam pengalaman penulis di ranah olahraga secara keseluruhan, bukan sekadar esports, ada banyak faktor yang menentukan sebuah tim terbentuk menjadi juara.

70 Persen yang Membentuk Tim atau Seorang Pemenang Adalah…

Sumber gambar: Straatosphere

Namun jika dirunut dalam piramida yang memiliki 100% total bangunan, faktor dasar adalah fisik. Dalam angka persentase, 70 persen fisik membentuk tim menjadi juara atau pemenang.

“Tapi di esports kan fisik tidak banyak digenjot. Cuma tangan dan jari.” Tidak salah memang. Tapi ingat, sewaktu-waktu cedera bisa menghantui tangan dan jari.

Lagi pula, yang namanya fisik juga meliputi berbagai hal dan salah satu yang terpenting adalah endurance.

Bisa juga di esports fisik dibarengi dengan mikro game dari seorang pemain. Tanpa adanya ketahanan dan koordinasi otot tangan maupun jari dengan keinginan tentu akan membuat kemampuan menurun.

Di kalangan amatir tentu sudah sering didengar kalimat “duh salah pencet” atau “yah, kalah cepet”. Itu bisa jadi merupakan bentuk kurang koordinasi antara otot (fisik) dengan kehendak.

Faktor fisik sangat bisa digenjot ketika persiapan atau umumnya dikenal dengan nama latihan.

Persiapan atau Latihan Jadi Prioritas Tim yang Ingin Juara

Symber gambar: CLADglobal.com

Mengutip kata coach Duckey yang baru-baru ini membawa BREN Esports menjuarai M2, latihan dan bertanding adalah hal yang berbeda. Dan dirinya sangat memprioritaskan persiapan tim sebelum bertanding.

“Saya pikir latihan dan bertanding adalah dua hal yang berbeda. Latihan tentunya untuk mempersiapkan (tim). Persiapan menjadi prioritas tertinggi.” kata Duckey.

Mengapa demikian? Karena sebelumnya Duckey mengatakan bahwa dirinya sangat yakin dengan para pemainnya jika bermain di bawah tekanan khususnya ketika bermain di atas panggung.

Dia mengatakan, “Saya pikir lebih tepat (ketika ditanya mengenai mental pemain-red) jika dikatakan bahwa pemain kami memiliki pengalaman turnamen yang sangat banyak. Dan mereka sudah terbiasa dengan adanya tekanan.” Tutur Duckey.

“Jadi bermain offline menjadi keuntungan untuk kami karena mereka (pemain BREN) sudah tidak mengalami demam panggung lagi.” Lanjutnya.

Selain Fisik atau Persiapan, Sisanya Adalah…

Kalau 70 persen adalah fisik, lalu apalagi 30 persennya? Petuah dari coach tim sepakbola saya di kampus yang berhasil membimbing kami menjadi langganan juara dan kini menjadi physical trainer senior, sisanya adalah taktik dan mental.

Taktik atau strategi adalah penerapan makro game yang sinergi di dalam game. Dan ini peran coach maupun analis sangat besar sebagai orang yang memiliki persiapan di luar dari mikro game pemain itu sendiri.

Porsinya memang tidak besar. Tapi sedikit saja kesalahan, bisa berakibat fatal. Contohnya, salah strategi ketika banned pick ketika bermain game 5v5 atau yg familiar dengan MOBA (walau sebenarnya MOBA memiliki arti lain), maupun salah turun ketika bermain battle royale.

Mental Justru Paling Akhir, Tetapi 70 Persen Menentukan Keberhasilan

Terakhir baru lah mental yang berbicara. Walau terakhir, ada keunikan dari yang namanya mental ini. Coach (sebut saja namanya Agus) mengatakan bahwa 70 persen tingkat keberhasilan ditentukan oleh mental.

Dan yang namanya mental, tidak bisa sembarang orang yang bisa menakar. Ada yang bisa menilai atau bahkan membantu membentuk mental, selain dari pemain itu sendiri. Sebut saja motivator atau psikolog (?).

Yang bisa menilai apakah benar mental sudah kena itu juga bukan dari orang sembarangan. Ambil contoh, ketika dikatakan mental, padahal sebenarnya yang jelas terlihat adalah salah strategi.

Atau bukan hal yang mustahil kalau kekalahan dipicu dari mikro game salah satu pemain yang “salah pencet” atau “telat pencet” ketika bertanding karena faktor kelelahan yang menurunkan endurance atau performa.

Ketika semua faktor sudah pada puncaknya dan antar tim yang bertanding memiliki mikro game seimbang, strategi seimbang, barulah faktor mental yang berbicara.

Jadi tidak serta merta kekalahan adalah melulu soal kalah mental. Jangan sampai kalimat tersebut justru membuai tim dan melupakan faktor lain yang justru lebih fundamental.

Walau harus diakui bahwa faktor mental memiliki peran yang sangat besar ketika pertandingan berlangsung.

Editorial Team