[OPINI] Single Elimination Lebih Bagus dari Double Elimination di Esports

Sistem pertandingan menggunakan single elimination menurut penulis lebih kompetitif dibandingkan dengan double elimination, jika bicara tentang kompetisi di olahraga.
Mungkin untuk yang biasa mengikuti pertandingan esports, sistem pertandingan double elimination adalah hal yang lumrah.
Bahkan tidak sedikit penikmat esports yang memiliki mind set bahwa double elimination adalah hal yang mutlak dan harus diadopsi di esports.

Setelah penulis berbincang dengan beberapa orang termasuk dengan sesepuh yang berpengalaman belasan tahun (sejak dulu kompetisi game hingga kini esports), ada pemakluman mengapa esports ideal menggunakan double elimination.
Poin paling utama adalah tentang tidak lepasnya pertandingan esports dengan gamenya itu sendiri dan perangkat elektronik penunjang pertandingan.
Dalam esports, sebagaimana olahraga lainnya, skill adalah modal utama untuk bertanding, termasuk dengan kesiapan fisik dan mental pemain.

Tetali berbeda dengan olahraga konvensional, hal-hal teknis lain seperti perangkat elektronik serta game itu sendiri menjadi faktor penting juga dalam pertandingan esports.
Bisa saja sebuah tim atau pemain dengan skill bagus mendapati hasil kekalahan bukan karena kemampuan bermainnya, melainkan karena adanya gangguan di dalam game atau perangkat bertandingnya.
Hal yang paling sering terjadi adalah ping yang tinggi atau koneksi yang tiba-tiba tersendat, kalau bahasa umumnya yaa nge-lag. Memang bisa diselesaikan dengan pause in game dan diperbaiki oleh tim teknis turnamen.

Tetapi ketika hal tersebut terjadi, sedikit banyak akan memengaruhi kondisi bertanding dari atlet atau pemain tersebut.
Ya walaupun sebenarnya jika dikatakan siap bertanding, maka pemain harus siap dalam kondisi apapun. Tapi kalau yang terjadi adalah hal-hal di luar kendali dari pemain tersebut, pasti ada perasaan kesal.
Contoh aja, kamu lagi main enak-enak, tiba-tiba ngelag, kan kesel juga.

Jika hal tersebut terjadi di babak playoff upper bracket, tentu pemain atau tim bisa “membalas” dengan harapan tanpa ada kendala ketika di lower bracket. Jadi permainan yang ditampilkan bisa maksimal.
Ya itu alasan yang paling bisa penulis terima, mengapa esports ideal menggunakan double elimination. Alasan lain masih ada sih, tapi menurut penulis masih alasan minor dan bisa dikendalikan oleh atlet atau pemain tersebut.
Lalu kenapa penulis mengatakan bahwa single elimination lebih bagus dari double elimination? Tentu tidak lepas dari kompetitif dalam olahraga.

Esports sebagai olahraga menuntut kesiapan atlet 100 persen dalam bertanding! Yang umum hadir di olahraga adalah “nanti kita balas di leg kedua” atau “nanti kita balas di pertemuan selanjutnya”, bukan “nanti kita balas di lower bracket”.
Dengan satu pertandingan yang menentukan hidup dan mati, totalitas dari pemain tentu akan memegang peranan penting untuk meraih hasil terbaik.
Kedisiplinan pemain jadi poin penting. Alasan kurang disiplin akan menjadi malapetaka besar yaitu tersingkir dari turnamen.

Kesiapan fisik dan mental jadi poin penting. Alasan kurang istirahat juga akan jadi malapetaka besar. Bahkan mental menghadapi tekanan di dalam pertandingan maupun tekanan dari penonton juga tidak bisa dikesampingkan.
Hal-hal yang dalam olahraga sudah jelas sangat penting, fisik, taktik, mental. Dengan menggunakan single elimination, ketiga hal tersebut harus dipersiapkan dan ditampilkan 100 persen, bahkan kalau bisa ya lebih dari 100 persen.
Sooo, sebagai cabang olahraga, tentu sudah ideal jika di esports menggunakan single elimination.

Tapi, buat penutup biar penulis gak dibilang cuma ngerti olahraga doang, ada juga sih pemakluman kenapa esports pakai double elimination, khususnya terkait dengan industri game dan entertainment.
Dengan menggunakan double elimination, tentu akan ada lebih banyak ANGKA yang tersaji. Angka durasi turnamen, angka jumlah pertandingan, angka potensial penonton, maupun angka-angka lainnya yang menjadi metric kesuksesan penyelenggaraan turnamen.
Ditambah lagi dengan menggunakan double elimination, “service” untuk fans dari tim-tim yang bertanding akan lebih memuaskan.

Tim-tim besar yang= menghuni upper bracket, biasanya memiliki fans banyak. Jika tim itu kalah di upper bracket, fans dari tim tersebut tidak akan meninggalkan turnamen karena masih ada harapan di lower bracket.
Diharapkan ketika berada di lower bracket, sebuah tim akan tampil tidak hanya 100 persen, tetapi 1000 persen. Pemain akan tampil total, fans mendukung total, hype besar akan terjadi.
Bahkan tidak jarang tim yang bertanding dari lower bracket bisa menjadi juara. Hingga ada istilah, “upper bracket only for…….”
Penulis memang masih harus belajar banyak untuk pemahaman esports sebagai industri game dan entertainment.
Tapi kembali lagi, sebagai sebuah olahraga, menurut penulis, sistem single elimination adalah hal yang ideal.
Pendapatmu?