Partai final kembali mempertemukan Huda dengan Ksendzov Pasha. Namun kali ini, Huda tampil lebih siap secara taktis. Menggunakan formasi 5-2-1-2 dengan pendekatan quick counter, ia memaksimalkan kekuatan dari lini depan lewat kombinasi Tami Abraham dan Rafael Leão. Ruben Loftus-Cheek berperan sebagai hole player yang efektif menusuk dari lini kedua.
“Saya memang pelajari karakteristik pemain-pemain AC Milan agar bisa optimal. Fokus saya adalah membuat formasi dan gaya main yang tidak mudah ditebak lawan,” ungkap Huda soal persiapan taktisnya.
Hasilnya? Dominasi penuh sejak menit awal. Huda unggul 2-0 di babak pertama, menambah satu gol di babak kedua, dan hanya kebobolan sekali di penghujung laga. Skor akhir 3-1 mengukuhkan namanya sebagai juara.
Salah satu hal yang membuat eFootball Championship 2025 ini berbeda adalah peraturan dari Konami yang melarang penggunaan pemain Big Time atau Epic Double Booster. Semua peserta hanya diperbolehkan menggunakan pemain highlight, featured, atau standar.
Bagi Huda, aturan ini justru menjadi panggung sempurna untuk menunjukkan kualitas sejati seorang pemain.
“Tanpa meta gimmick dan pemain overpower, semua kembali ke strategi, ketajaman eksekusi, dan efektivitas permainan,” jelasnya.
Menariknya, dalam laga final, Huda mencetak tiga gol dari hanya tiga tembakan ke gawang—efektivitas 100 persen. Ia juga tidak mengandalkan crossing spam atau glitch meta, melainkan serangan build-up yang matang dan responsif terhadap momentum pertandingan.