Lewat Belle, Mamoru Hosoda Ungkap Optimismenya Pada Metaverse

Belle akhirnya tayang di Indonesia, dimana film anime baru garapan Mamoru Hosoda ini kembali membawa kita kembali ke dunia metaverse yang nampak jadi tema utama di film-filmnya sejak debut.
Belle menampilkan sebuah metaverse, atau dunia virtual bernama U. U adalah sebuah jagat dimana lebih dari 5 miliar user-nya bisa memulai kehidupan kedua. Para user memiliki karakter avatar yang diciptakan dari biometrik tubuh mereka. Sistem body-sharing yang tersematkan pada earbud yang tersambung ke aplikasi ponsel dan komputer memungkinkan avatar milik user melipat-gandakan potensi dalam diri mereka.
Di metaverse U ini, para user bisa mencari keuntungan dengan cara mereka sendiri. Misalnya saja ada penyanyi Peggy Sue; Suzu dan Hiro yang mengembangkan avatar Suzu, Bell, untuk menggulingkan Peggy Sue sebagai penyanyi top di dunia U; atau Justin yang menggalang sponsor dunia nyata dalam aksi heroiknya bersama grup superhero Justice.
Dengan semakin maraknya konsep metaverse, dan integrasi NFT di dalamnya, di manakah dunia U berada? Dari manakah sang sutradara Mamoru Hosoda mengambil inspirasi untuk dunia Belle, dan apa pandangannya terhadap perkembangan metaverse saat ini?
Konsep metaverse sudah diangkat Mamoru Hosoda sejak Digimon

Tahukah kamu bahwa Mamoru Hosoda merupakan tokoh penting di balik Digimon? Sebelum kita mengenal seri Digimon dimana Anak-anak Terpilih terdampar di Dunia Digital, Hosoda menciptakan film pilot-nya yang merupakan bagian dari Toei Animation Fair tahun 1999.
Konsep dari film pilot itu kemudian dikembangkan menjadi serial anime. Hosoda kemudian kembali dilibatkan di seri Digimon lewat film Our War Game. Di film ini, konsep Dunia Digital milik Hosoda cukup berbeda dengan seri anime, dimana interaktivitas antara dunia nyata dengan Dunia Digital lebih kentara.
Dengan inspirasi dari beberapa film seperti Midnight Run dan WarGames, kita bisa melihat bagaimana Diablomon memanipulasi jagat internet untuk meluncurkan rudal ICBM ke Tokyo, serta bagaimana dukungan orang lain yang mengirimkan email kepada Taichi dan Yamato bisa menjadi kelemahan dan kartu as dalam mengalahkan Diablomon.
Rupanya, Digimon: Our War Game jadi blueprint bagi Hosoda untuk menciptakan film Summer Wars. Singkatnya, Summer Wars adalah versi sempurna dari Our War Game tanpa restriksi dari franchise Digimon.
Dunia Digital berubah menjadi dunia metaverse bernama OZ, dimana user menggunakan avatar untuk berinteraksi dan bekerja di sebuah dunia virtual. Menurut Hosoda, jeda antara Our War Game dan Summer Wars dari tahun 2000 ke 2009 menjelaskan perkembangan metaverse yang pada tahun itu masih merupakan bibit kecil.
Metaverse pada Belle dan pandangan Hosoda soal metaverse saat ini
Kini lebih dari 10 tahun sejak Summer Wars, Mamoru Hosoda kembali mengunjungi konsep metaverse lewat Belle. Mereka yang menonton Summer Wars juga akan mengamati kesamaan antara dunia OZ dengan U.
Namun bedanya adalah ancaman dalam dunia U bukan berasal dari program yang mengamuk. Dunia U baik-baik saja, namun layaknya di jagat internet, para penghuninya yang bisa membuat suasana di dunia itu keruh. Mungkin bisa dikatakan bahwa Belle adalah penyempurnaan Summer Wars, atau U adalah OZ versi realistis.
Dalam wawancara bersama The Verge, Hosoda menyebutkan ada perbedaan konsep metaverse-nya antara Summer Wars dan Belle. Dalam Belle, Hosoda menggunakan pendekatan yang lebih dekat dengan dunia nyata, sebagaimana internet telah jadi bagian penting dalam kehidupan manusia, yang digambarkan sebagai dunia tanpa arah “atas-bawah, kiri-kanan” yang jelas.
“(U) dipadati dengan struktur mirip pencakar langit. Nuansanya lebih padat, tidak seterbuka film saya terdahulu,” ujar Hosoda. “Ini terasa seperti pusat dunia, dan sulit menentukan dari mana ujung awal dan akhir dari dunia ini.”
Bisa jadi hal ini jugalah yang dirasakan oleh Hosoda saat menjelajah internet saat ini. Kewalahan, dan tidak seantusias dulu saat berselancar, namun ia juga pasih menaruh harapan. “(Internet) mungkin sudah kehilangan nuansa asing atau dunia terbuka yang luas, namun saya harap metaverse bisa mengisi kekosongan tersebut untuk menjadi dunia asing yang baru,” sambungnya.

Hosoda juga mengomentari perkembangan metaverse saat ini serta bagaimana dunia virtual ini bisa menjadi sebuah dunia yang benar-benar terasa global. “Saat ini internet sangat dipengaruhi oleh Google, Amazon, Facebook, dan Apple. Mereka adalah perusahaan global, namun sangat bernuansa Barat atau berbasis di Amerika Serikat. Merekalah yang mengendalikan arah internet saat ini,” terang Hosoda.
Hosoda kemudian membandingkannya dengan U, dimana perusahaan media sosial merupakan bagian dari U, bukan yang menciptakan atau mengendalikannya. Ia berharap ada inovasi seperti ini yang bisa menjadikan metaverse sebuah dunia yang benar-benar global dan tidak terasa terlalu korporat atau Amerika-sentris. Hosoda bahkan terkejut saat Facebook berganti nama menjadi Meta saat Belle akan segera premiere.
Secara keseluruhan, Hosoda optimistis dengan perkembangan metaverse yang sejalan dengan film Belle. “Masih ada yang harus kita kerjakan untuk menciptakan dunia imersif tanpa perangkat VR. Masih ada jarak, tapi masa depan akan mengarah ke sana. Mungkin akan ada beberapa isu yang mengemuka dari film yang akan muncul di dunia nyata saat transisi ini berjalan. Harapannya saat kita bergerak ke era selanjutnya dari internet, film ini (Belle) bisa menyentuh para penonton,” tutup Hosoda.
Kamu masih bisa menyaksikan Belle di berbagai bioskop di Indonesia.