Hashtag #boycottgenshin ini ramai didengungkan gamer Genshin Impact yang berasal dari negara non-Asia seperti Amerika dan Eropa. Mereka mengkritisi beberapa elemen dalam game itu yang tak sesuai dengan nilai norma dan sosial di barat.
Isu pertama adalah pada sosok Xinyan dan Kaeya, dua karakter yang punya kulit gelap. Deskripsi Kaeya di dalam game digambarkan sebagai orang “eksotik,” sementara lore Xinyan adalah ia ditakuti karena penampilannya. Dua hal itu ditanggapi negatif oleh komunitas ras kulit hitam karena memperkuat stigma negatif yang melekat pada mereka.
Kemudian, ada dugaan bahwa salah satu musuh dalam game Genshin Impact yaitu hilichurl terinspirasi dari suku-suku tradisional. Bukti yang mendasari hal ini ada pada satu video tur kantor miHoYo dimana seorang staf mendesain satu hilichurl menggunakan referensi suku Indian.
Isu lain yang diangkat di hashtag #boycottgenshin ada pada sosok NPC Ulfr yang mengaku mencintai karakter NPC lain bernama Flora. Awalnya Flora adalah NPC dewasa, namun entah apa alasannya wujudnya dirubah menyerupai anak kecil. Sosok Flora dan beberapa NPC bertubuh kecil lain seperti Klee atau Qiqi membuat gamer mencurigai kedudukan miHoYo terkait pedofilia.
Diskusi soal isu-isu di atas menimbulkan banyak pro dan kontra diantara para gamer. Ada yang men-debunk poin-poin tersebut secara rinci, namun tak sedikit pula yang bereaksi dengan kemarahan.
Belakangan ini isu-isu sosial dalam video game sangat diperdebatkan. Representasi perempuan dan golongan minoritas, seksualitas karakter, hingga politik jadi hal yang dikritisi di dalam game.
Dengan semakin globalnya game Genshin Impact, isu ini juga ditelisik di dalam game tersebut. Pembahasannya bisa menguak bagaimana pandangan politik developer bisa mempengaruhi konsep keseluruhan dari game yang dibuat.
Kami sedang berusaha menghubungi pihak miHoYo untuk meminta tanggapan mereka terkait hashtag #boycottgenshin tersebut.