EKSKLUSIF: CEO Agate Bicara Banyak soal Akarmaut: Rootmare dan Game Indie

Eksklusif kepada GGWP, Shieny Aprilia, Co-Founder dan CEO Agate, bicara banyak hal mengenai Akarmaut: Rootmare, dan game indie lokal.
Beberapa waktu belakangan, Agate memang sudah mengumumkan bahwa pihaknya akan memperkenalkan game terbarunya yang berjudul Akarmaut: Rootmare di acara Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Baparekraf) Game Prime 2024 kemarin.
Sang CEO, Shieny, pun berbicara banyak hal mengenai game terbarunya tersebut. Ia juga memberikan tanggapan dan saran terhadap game indie lokal Tanah Air.
CEO Agate Bicara Banyak Hal soal Game Terbarunya yang Berjudul Akarmaut: Rootmare dan Game Indie Lokal
Eksklusif kepada GGWP saat ditemui di Baparekraf Game Prime 2024 pada Sabtu (17/8) kemarin di Mall Taman Anggrek, Jakarta Barat, Shieny Aprilia, selaku Co-Founder dan CEO Agate, mengatakan banyak hal mengenai Akarmaut: Rootmare dan game indie lokal.
1. Mengusung dua nama untuk Indonesia dan internasional

Ia menjelaskan bahwa sebenarnya game ini mengusung dua nama, yaitu Akarmaut untuk Indonesia, dan Rootmare di internasional. Adapun menurut penjelasannya, Akarmaut: Rootmare ini merupakan game psychological-thriller-horror yang indah.
“Jadi, game barunya itu sebenarnya ada dua nama. Akarmaut itu nama Indonesia-nya. Tapi nanti, nama internasional-nya kemungkinan besar itu Rootmare.”
“Sebenarnya, gamenya itu psychological-thriller-horror gitu. Cuma, twist yang ingin kami tawarkan melalui Rootmare atau Akarmaut ini adalah horror tapi beautiful gitu. Jadi, kita sebenarnya beautiful horror, di mana, ini sebenarnya kami terinspirasi dari film-film atau misalnya dari media-media lain yang sudah jauh lebih terkenal, yang mana temanya itu mirip.”
“Di mana, dia sebenarnya horror tapi tampilannya tuh beautiful gitu, jadi kayak creepy-creepy gimana gitu. Nah, itu kita rasa, sebenarnya dari sisi, kalau medianya di game, sebenarnya masih ada banyak underserved markets lah ya. Jadi masih ada demand-nya, harusnya, makanya kami membuat game ini,” ucapnya.
2. Tantangan yang dihadapi oleh tim Agate saat menggunakan Unreal Engine ketika memproduksi Akarmaut: Rootmare

Sebelumnya juga sudah disebutkan bahwa Akarmaut: Rootmare ini sendiri menggunakan Unreal Engine dalam pembuatannya. Shieny sendiri mengakui bahwa ada beragam tantangan yang dihadapi oleh timnya saat menggunakan Unreal Engine dalam pembuatan game Akarmaut: Rootmare ini.
“Tantangannya itu ada beberapa sih. Pertama adalah Unreal itu dari secara learning resources, masih belum sebanyak Engine sebelah. Jadi, tim kami harus bekerja ekstra keras untuk solving problem-nya kalau misalkan ada problem.”
“Cuma, di sisi lain, tim kami di Agate Academy, juga berusaha keras untuk mem-filled the gap juga dari sisi learning-nya tadi. Makanya, dari tahun kemarin, salah satu crew kita sudah jadi Unreal Authorized Instructor. Terus juga, baru-baru ini di Agate, awal tahun ini, kita, Agate Academy, menjadi Unreal Authorized Partner untuk trainer lah bisa dibilang.”
“Jadi hopefully, itu bisa membantu kami di internal, dan bisa membantu studio-studio lain juga, yang mau mengadopsi Unreal juga kedepannya,” ujarnya.
3. Unsur Indonesia bakal diperlihatkan secara halus di game besutan Agate ini

Shieny juga mengatakan bahwa akan ada unsur Indonesia di dalam game Akarmaut: Rootmare tersebut. Meskipun begitu, unsur Indonesia yang ditampilkan akan terlihat lebih halus atau tak terlalu kentara.
“Kita ada cukup banyak sih (unsur Indonesia di Akarmaut: Rootmare) sebenarnya, nantinya. Misalnya, kayak ada grafiti-grafiti yang Bahasa Indonesia. Jadi mungkin nggak akan yang benar-benar, kayak, in your face gitu, tapi akan subtle-lah ya.”
“Jadi ya, elemen-elemennya subtle, cuma hopefully membuat orang-orang Indonesia ketika main game itu kayak, ‘Wah, gamenya bagus dan ternyata yang bikin orang Indonesia’. Hopefully dengan itu, lama kelamaan, budaya Indonesia dan indonesia-nya juga makin dikenal juga sih di internasional,” tambahnya.
4. Shieny mengatakan bahwa untuk saat ini game Akarmaut: Rootmare baru tersedia di Steam saja

Meski begitu, ia kembali mengatakan bahwa pihaknya sangat terbuka dengan peluang-peluang lain untuk gamenya tersebut. Sehingga harapannya, game ini bisa juga dimainkan di berbagai platform.
“Kita untuk saat ini sih memang baru ada di Steam aja. Cuma, nantinya, of course, kita sangat open sih untuk opportunity untuk bisa dibawa ke konsol, karena kita juga ada tim yang sangat jago di porting, nge-porting ke konsol juga. Jadi hopefully, kita bisa segera dapat opportunity-nya, supaya nanti Rootmare ini bisa available di berbagai platform,” tambahnya.
5. Tambahan, begini pandangan dan saran dari CEO Agate soal game indie lokal

Shieny membagikan pandangan dan memberikan saran untuk para pelaku game indie yang hadir di Indonesia.
Ia sendiri mengakui kalau dirinya sempat tidak menyangka dengan perkembangan game indie di Indonesia. Apalagi menurutnya, kini sudah ada banyak banget studio game dengan kemampuan produksi dan kualitas yang mengalami peningkatan.
“Keren banget ya. Maksudnya, kita sudah di bisnis ini, di Indonesia dari 15 tahun gitu. Nggak nyangka banget sih, cukup cepat lah ya, 15 tahun. Bahkan nggak nyangka, bahwa kita bisa sampai tahap ini, di mana, studio game itu bisa banyak banget, dan terutama di tahun ini sih, aku lihat kemampuan produksi dan kualitasnya sudah jauh banget,” tambahnya.
Di saat yang sama, ia juga memberikan saran kepada game indie lokal agar tetap bisa bersaing dengan studio game dan publisher ternama di industri. Menurutnya, kuncinya itu berada pada inovasi produknya.
“Kuncinya sih, sebenarnya banyak ya yang dibutuhkan. Tapi yang paling kunci adalah ujung-ujungnya di inovasi di produknya sendiri.”
Karena menurutnya, gap developer Indonesia untuk urusan produksi dan eksekusi sudah nggak begitu jauh. Namun, keputusan untuk menentukan game yang dibuat inilah yang menurutnya cukup menjadi tantangan.
“Jadi, ketika menentukan mau bikin game apanya ini, yang menurut saya sih sangat kunci. Karena menurut saya, developer Indonesia itu sudah nggak terlalu ada gap yang besar banget dari urusan produksi dan eksekusi.”
“Tapi justru, menentukan game apa yang dibuatnya ini, yang kayaknya bukan cuma developer Indonesia saja, developer di mana-mana pun, cukup challenging lah. Karena itu kan dari nothing, terus kita tiba-tiba mau bikin game ini.”
“Jadi, ini perlu multidimensi lah kapabilitasnya, dari mulai bisnisnya, dan juga dari sisi game design, art, visual, juga secara visibility, secara teknisnya juga. Makanya, ujung-ujungnya itu lah. Karena itulah yang benar-benar kunci, dan kalau misalkan sudah bisa punya kapabilitas untuk menentukan produk yang tepat, harusnya sih hal-hal lainnya bisa mengikuti lah, dari sisi fundingnya atau menarik talent-nya.”
“Karena kalau misalkan produknya bagus, of course, nanti ada publisher atau investor yang bisa ikutan. Juga SDM-SDM, jika produknya meyakinkan dan secara bisnis visible karena misalnya ada budget-nya dan lain-lain, itu cukup mudahlah menarik SDM-nya,” tutup Shieny Aprilia, selaku Co-Founder dan CEO Agate.
Sebagai informasi, Akarmaut: Rootmare besutan Agate ini sebenarnya sudah dipamerkan di acara Baparekraf Game Prime 2024 pada 17-18 Agustus kemarin. Tak cuma itu, gamenya itu sendiri kini bisa dimasukkan ke daftar wishlist kamu di Steam. Bagaimana menurutmu?