Supaya Terlihat Gamer, Developer Harus Membayar Segini untuk PS Store

PS Store atau PlayStation Store merupakan salah satu toko digital yang sangat berpengaruh di industri game. Pasalnya, toko ini bisa memberikan boost up terkait penjualan game yang diluncurkan oleh para developer dan publisher di seluruh dunia.
Tapi, untuk lebih optimal lagi game di PS Store agar terlihat gamer, developer atau publisher harus merogoh kocek lebih dan harga yang harus mereka bayarkan bisa dibilang cukup mahal. Sistem kerja ini diutarakan oleh penerbit game indie Neon Doctrine dan Garner.
Pada dasarnya Garner memang tidak menyebutkan platform itu secara terang-terangan. Tapi jika mengacu pada sistem kerjanya, sistem yang diutarakan mirip dengan PlayStation Store. Garner meluncurkan kata-kata kasar Twitter beberapa hari lalu tentang betapa sulitnya bahkan untuk terdaftar di platform yang dia sebut platform X.
Ada banyak ha; yang harus dilakukan mulai dari melewati check, menulis bloh, sampai mengirimkan berbagai bentuk media sosial. Jika sudah terdaftar, mereka masih harus bersaing dengan banyak sekali game yang ada di sana.
Platform X tidak memberi pengembang kemampuan untuk mengelola permainan mereka. Untuk mendapatkan promosi, mereka harus memohon-mohon untuk dipromosikan. Bahkan jika platform ini tidka menyukai game kalian, tidak ada pemberitaan, tidak ada fitur, dan game tersebut hanya akan tenggelam.
Jika platform itu tidak menyukainya, satu-satunya pilihan lain adalah membayar minimal US$25.000 untuk ditampilkan, dengan sumber yang berbicara kepada Kotaku melaporkan bahwa jumlah tersebut dapat dengan mudah mencapai US$200.000 untuk fitur yang lebih lengkap.
Ini artinya, game itu akan nampil di depan platform tersebut sehingga gamer bisa melihatnya dengan jelas. Membayar untuk hak istimewa di sebuah platform tentu bukanlah hal yang baru. Pasalnya, memang terkadang ada beberapa penjual yang mengharuskan melakukan hal ini.
Namun, membayar dengan jumlah yang amat besar seperti ini tentu menjadi hal yang berat buat developer atau publisher apalagi jika mereka adalah indie yang memiliki budget terbatas.
Sumber: The Gamer