Lagi-lagi poin kedua ini sudah terjadi di Indonesia. NFT juga memberikan celah untuk mengeksploitasi karya seni milik orang lain, yang justru berlawanan dengan tujuan NFT, yaitu untuk melindungi hak cipta.
Apalagi, dalam sistem di mana setiap orang bisa membuat dan menjual NFT, tanpa perlunya konfirmasi validitas hak cipta aset digital tersebut.
Hal ini terjadi pada seniman asal Indonesia, Kendra Ahimsa pada awal 2021 ketika mendapat laporan plagiarisme yang dilakukan seniman kripto, Twisted Vacancy. Beberapa elemen diambil dari ilustrasinya oleh Twisted Vacancy tanpa modifikasi, dan dijadikan NFT.
Selain Kendra ada beberapa Fotografer lain yang mengalami hal yang serupa, di mana karya mereka di jual melalui OpenSea tanpa seizin mereka.
Baca Juga : Talkshow Wonder Hero GGWP.ID, Game NFT Buat Para Wibu!
Risiko dan tantangan terbesar lainnya dari non-fungible token (NFT) adalah Bubble Economy yang siklus ekonomi berupa meningkatnya nilai suatu objek secara cepat. Namun suatu saat, harga aset yang semula tinggi bisa tiba-tiba terjun bebas sehingga kehilangan nilainya sama sekali.
Seperti namanya, ketidakpastian dalam menentukan nilai atau harga dari sebuah NFT membuatnya rentan menjadi salah satu fenomena Bubble Economy.
Seperti yang sudah kita bahas sebelumnya, nilai NFT yang dijual sangat bergantung pada kelangkaan dan persepsi penjual dan pembeli NFT tersebut. Sehingga, sangat sulit untuk menentukan faktor apa yang dapat menentukan nilai pembelian sebuah aset digital.