Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel GGWP lainnya di IDN App
Dying Light The Beast Featured.jpg
Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Intinya sih...

  • Dying Light: The Beast adalah game stand-alone dengan harga sekitar Rp699.000, tetap berakar pada genre action survival horror.

  • Cerita sederhana namun efektif, dengan karakter progresif dan side-quest yang membantu menjaga tempo cerita.

  • Mode "The Beast" memberi sensasi memuaskan dalam gameplay, dengan tingkat kesulitan yang meningkat dan dunia yang lebih padat untuk dieksplorasi.

Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Setelah dua tahun tanpa ekspansi besar, Techland akhirnya kembali dengan Dying Light: The Beast.

Awalnya direncanakan hanya sebagai DLC, proyek ini berkembang menjadi sebuah game stand-alone dengan premis: Bagaimana jika Kyle Crane tidak lagi sekadar manusia, melainkan The Beast dengan kekuatan baru?

Pertanyaannya, apakah langkah ini sukses membuat seri Dying Light terasa segar kembali? Menurut saya, iya.

In Article GGWP_.png


Tentang Dying Light: The Beast

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Dying Light The Beast dikembangkan oleh Techland dan dirilis pada Oktober 2025 untuk PC, PlayStation 5, dan Xbox Series.

Game ini tetap berakar pada genre action survival horror dengan sistem first-person parkour yang menjadi ciri khasnya. Di Steam, game ini dijual dengan harga sekitar Rp699.000, harga yang menurut saya agak tinggi untuk skala konten yang tergolong ringkas.

Cerita Sederhana dengan Karakter Progresif

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Ceritanya sederhana, tapi efektif. The Beast melanjutkan kisah Kyle Crane yang kini berubah menjadi sosok setengah manusia, setengah monster, dalam upayanya mencari keadilan untuk dirinya.

Saya suka bagaimana Techland memilih untuk tidak membuat narasi yang berbelit-belit. Fokusnya jelas, dengan character development yang progresif dan memberi justifikasi untuk setiap langkah yang dilakukan oleh Kyle.

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Meski plot utamanya tidak terlalu panjang, momen interaksi dengan side character tetap terasa dinamis, mengingat plot ceritanya hanya tentang balas dendam.

Berbagai side-quest yang diberikan membantu menjaga tempo cerita agar tidak monoton, bahkan cukup penting untuk membantumu leveling.

Inovasi The Beast yang Satisfying

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Secara gameplay sangat familiar dengan Dying Light 2. Hal terbesar yang diperkenalkan di game ini tentu saja hadir lewat mode “The Beast.”

Saat mengaktifkannya, Crane berubah menjadi makhluk buas dengan skill-set baru, mulai dari shoulder charge untuk menembus kerumunan zombie hingga finisher brutal saat melawan bos.

Mekanisme ini terasa fresh dan memberi sensasi yang sangat memuaskan, apalagi ketika digunakan di tengah pertempuran besar melawan puluhan zombie!

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Namun jangan salah, tingkat kesulitan di The Beast justru meningkat. Musuh lebih agresif, amunisi lebih terbatas, dan elemen survival terasa lebih menekan.

Saya sering terjebak dalam kondisi di mana harus memilih antara bertarung atau kabur demi menghemat sumber daya. Ini membuat setiap konfrontasi terasa menegangkan, diperhitungkan, dan di situlah Dying Light menunjukkan identitas terbaiknya.

Parkour di Dunia yang Lebih Padat

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Wilayah baru yang disebut Castor Woods terasa lebih kecil dibanding dunia di Dying Light 2, tapi jauh lebih padat. Saya bisa masuk ke lebih banyak rumah, mengumpulkan loot, dan menemukan banyak cara untuk kabur dari kejaran Volatile.

Lanskapnya juga lebih beragam, tidak hanya gedung-gedung, tapi juga area dataran dan hutan dengan pepohonan yang bisa dijadikan arena parkour.

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Sensasi menjelajah di game ini masih menjadi kekuatan utama. Setiap lompatan dan gerakan parkour terasa dinamis, bahkan lebih variatif dibanding seri sebelumnya.

Techland berhasil menjaga esensi freestyle sambil menambahkan konteks lingkungan baru yang imersif.

Game yang Berat, Namun Optimized

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Saya memainkan game ini di PC dengan durasi sekitar 18–20 jam. Secara umum, Dying Light: The Beast adalah entri paling stabil dari Techland sejauh ini.

Optimasi terasa sangat baik, meski saya tetap menemui sedikit stutter di beberapa area padat. Untuk pemain dengan PC mid–low end, saya sarankan menonaktifkan V-Sync dan mengaktifkan Frame Generation agar pengalaman lebih mulus.

Visualnya sendiri masih memukau, terutama penggambaran dunia yang lebih realistis dan efek partikel saat pertarungan berlangsung.

Kesimpulan: Seri Dying Light Terbaik

Dying Light The Beast (Dok. GGWP)

Dying Light The Beast adalah bukti bahwa Techland belum kehilangan sentuhan dalam menghadirkan perpaduan parkour, zombie, dan aksi brutal yang memacu adrenalin. Dengan cerita yang singkat, tapi padat, serta mekanisme “The Beast” membawa sensasi baru tanpa mengorbankan formula klasiknya.

Meski harganya terasa agak mahal untuk konten "sekecil" ini, saya tetap merasa The Beast adalah game yang solid, menegangkan, memuaskan, dan tetap menyenangkan untuk dimainkan, terutama bagi mereka yang sudah jatuh cinta dengan dunia Dying Light sejak awal.

Editorial Team