[OPINI] Mengejek Karakter Anime Disabilitas Ikut Melukai Perasaan Kaum Difabel

Pada tahun 2018, Indonesia punya sekitar 30,38 juta jiwa yang menjadi penyandang disabilitas. Saat ini ada banyak upaya untuk membuat mereka bisa hidup dan beraktivitas lebih nyaman. Namun, nampaknya teman-teman difabel masih belum bisa menemukan tempat yang nyaman di dalam komunitas anime.
Belakangan ini, ada tren memprihatinkan di kalangan fans anime Indonesia. Banyak penikmat anime yang mengejek karakter anime difabel, dan banyak diantara mereka melakukan hal itu hanya karena sedang ngetren alias ikut-ikutan saja.
Target utamanya adalah Shoko Nishimiya, karakter dari film anime A Silent Voice. Shoko adalah gadis tuli yang mengalami kesulitan dalam mendengar serta berbicara.
Sepanjang film garapan Kyoto Animation ini, kita akan dituturkan beberapa kesulitan Shoko dalam menjalin hubungan sosial serta menghadapi aksi bullying.
Bahkan dalam sebuah anime yang punya pesan moral tentang bullying dan juga kaum difabel, Shoko tak bisa lepas dari aksi bullying netizen penggemar anime di Indonesia.
Ejekan yang dilontarkan kepada Shoko mengarah pada suara yang dibuat Shoko saat berusaha untuk berbicara, yang mana disamakan dengan suara babi. “Candaan” mereka terhadap Shoko tak pernah lepas dari referensi babi tersebut.
Hal ini membuat banyak fans anime yang lain merasa kurang nyaman dan meminta mereka berhenti. Namun pelakunya berkilah bahwa mereka hanya mengejek karakter anime dan bukan kaum difabel di dunia nyata.
Faktanya, teman-teman disabilitas pun ikut risih dengan ejekan tersebut. Ini membuktikan bahwa mengejek karakter anime disabilitas juga memiliki dampak kepada kaum difabel di dunia nyata.
Mewajarkan bullying karakter anime disabilitas berarti mewajarkan bullying kaum disabilitas di dunia nyata

Seiring hari berjalan, semakin banyak respon negatif terhadap ejekan-ejekan tersebut. Mulai banyak netizen yang mengungkapkan rasa tidak nyamannya terhadap bullying pada karakter anime dengan disabilitas.
Bahkan, teman-teman difabel pun ikut angkat suara terkait kasus bullying ini. Mereka mengungkapkan bahwa jokes dan ejekan tersebut adalah sampah.
“Jujur saja jokes Nishimiya babi dan sebagainya sangat menyinggung saya sebagai orang tunarungu. Kadang saya harus meminta bantuan dampingan saudara saya agar dapat memainkan media sosial tanpa melihat joke sampah seperti ini,” ungkap seorang netizen bernama Ratna.
Ratna tidak lahir sebagai seorang difabel, namun ia sendiri kehilangan pendengaran di usia 4 tahun karena terlibat dalam kecelakaan. Secara tegas ia mengaku tersinggung dengan ejekan terhadap Shoko tersebut.
“Yang namanya candaan untuk seorang disabilitas mau itu tuli, buta, cacat fisik, bisu nggak bisa ditolerir apalagi dinormalisasikan di ranah publik atau masyarakat. Kenapa? Karena secara tidak langsung ini (adalah) sebuah gerakan perundungan para disabilitas yang ada di dunia ini,” ungkap fans anime lain bernama Kanda.
Banyak dukungan mengucur kepada aksi speak up yang dilakukan Ratna, Kanda, serta netizen lain, baik yang merupakan kaum difabel maupun tidak, untuk melawan aksi bullying ini.
Respon terhadap mereka pun turut membuka insight akan fenomena mengejek karakter anime ini.
“Ini masuknya ableisme. Jadi kita meskipun enggak bilang secara langsung tapi kita udah ada persepsi kalau disabilitas ini aneh, makanya kita bisa tertawa,” ujar seorang netizen bernama Nikolaus menambahkan.
“Sayangnya gak semua orang sadar akan hal ini. Dengan menjadikan disabilitas sebagai candaan, artinya kita merendahkan mereka sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat,” sambungnya.
Mulailah terima disabilitas dengan apa adanya

Lantas bagaimana cara kita untuk mengatasi masalah ini? Sebenarnya cukup mudah, yaitu dengan berhenti menormalisasi ejekan dan bullying terhadap kaum disabilitas, siapapun itu mereka entah itu karakter fiksi ataupun manusia nyata. Namun, eksekusinya tentu tidak semudah lisan.
Para pelaku bullying kepada Shoko ini bisa jadi tak mendapatkan edukasi atau pengalaman langsung tentang disabilitas. Aksi mereka yang mengejek Shoko adalah reaksi karena mereka tidak tahu atau tidak diajarkan bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap kaum disabilitas.
Lalu apa reaksi tersebut? Merasa aneh, lucu, dan perasaan tidak normal saat menghadapi kaum disabilitas. Karena ada perasaan tersebut, mereka menganggap kaum disabilitas sebagai golongan yang aneh, tidak normal, dan alien. Karena itu lelucon dan ejekan seperti kepada Shoko pun muncul.
Padahal teman-teman disabilitas hanya ingin mendapatkan perlakuan yang sama layaknya orang normal kebanyakan. Mereka adalah orang-orang yang sangat kuat, dimana mereka tak melihat kekurangan mereka sebagai kelemahan, namun sebagai inspirasi untuk meraih hal-hal yang lebih besar yang belum tentu bisa dicapai orang-orang normal pada umumnya.
Kita harus belajar menerima teman-teman difabel secara apa adanya. Tidak dengan ejekan, dan tidak dengan perlakuan kelewat spesial. Aksi dan reaksi kita kepada mereka harus bisa membuat mereka nyaman dan merasa diterima. Jangan lupakan pula etika, tata krama, dan sopan santun.
Mungkin saat ini kita bisa merasa tindakan yang dianggap joke itu tak ada akibatnya. Namun cepat atau lambat, karma akan mengejar. Hal ini pun dituturkan di anime A Silent Voice dimana tokoh utama Shoya akhirnya menerima ganjarannya setelah melakukan serangkaian aksi bullying kepada Shoko.
Yok, jadikan kasus Shoko ini sebagai yang terakhir soal mengejek karakter anime difabel. Dampaknya mungkin belum kelihatan sekarang, tapi di masa depan kita tidak tahu. Mari lebih terbuka dengan perbedaan di sekitar kita!