Review Akira: Masterpiece Sinema Anime Dari Jepang

Review Akira kali ini bisa terwujud setelah GGWP berkesempatan menonton film tersebut di Japanese Film Festival 2024.
Akira merupakan film anime yang rilis di tahun 1988, dan merupakan adaptasi dari manga berjudul sama karya Katsuhiro Otomo.
Akira merupakan sebuah film yang sangat berpengaruh dalam sejarah anime dan pop culture, karena pengaruh besar dan kualitas yang disajikan.
Karya yang berpikir jauh ke masa depan ini telah menjadi salah satu karya yang membentuk medium yang kita konsumsi hari ini.
Untuk melihat seberapa mengagumkannya film Akira, simak review lengkapnya di bawah ini.
Review Akira
1. Jepang distopia, 2019
Pada tahun 2019, Jepang yang masih berusaha untuk bangkit dari dampak Perang Dunia III, dihantui oleh aksi korupsi, terorisme, dan kerusuhan yang melanda Neo-Tokyo.
Shotaro Kaneda merupakan pemimpin geng motor Capsule bersama dengan temannya, Shima Tetsuo. Setiap malam mereka turun ke jalan untuk melawan geng motor lain.
Dalam satu peperangan melawan geng Clown, Tetsuo tidak sengaja menabrak seorang anak kecil misterius. Ia dibawa ke rumah sakit oleh pasukan militer.
Tak disangka, anak kecil itu adalah seorang esper. Tabrakan tersebut nampaknya membangkitkan kekuatan esper di dalam tubuh Tetsuo.
Sementara itu, Kaneda bersinggungan dengan kelompok pemberontak yang berencana untuk menyelamatkan anak-anak esper dari pemerintah, salah satunya adalah Tetsuo.
Tetsuo yang awalnya paranoid dengan kondisi tubuhnya, mulai nyaman mengendalikan kekuatan esper-nya.
Kemunculan kekuatan baru Tetsuo, serta beban emosional dari masa lalunya, pelan-pelan mengubah Tetsuo menjadi sosok mengerikan.
2. Cerita yang sederhana, namun dengan nuance

Jika dilihat sekilas, Akira mengangkat cerita yang cukup rumit, dengans etting cyberpunk distopia yang dipenuhi kekacauan.
Kisah kekuatan politik yang korup dan tidak bisa dikendalikan nampak menjadi pesan yang gamblang, dimana kekacauan menjadi akibat dari masalah ini.
Pesan-pesan tersebut masih relevan di masa kini, dimana KKN di seluruh penjuru dunia tidak kunjung mereda.
Namun, pesan lain yang bisa kita tangkap di dalam film ini adalah hubungan antara Kaneda dan Tetsuo yang kompleks.
Keduanya adalah teman dekat yang saling melengkapi, namun diam-diam Tetsuo memendam sakit hati yang mendalam pada dirinya sendiri.
Bertahun-tahun merasa powerless dan bergantung pada orang lain, kini Tetsuo menjadi percaya diri dengan kekuatan esper-nya.
Namun hal ini juga membuat hatinya berkabut dimana Tetsuo menjadi congak dan merasa besar kepala sehingga persahabatannya dengan Kaneda rusak.
3. Kualitas grafis memukau di masanya

Untuk sebuah film yang rilis di tahun 1988, Akira memiliki grafis yang sangat memukau dan menakjubkan.
Kehalusan animasinya menjadi benchmark untuk berbagai anime di masa depan, serta mengutilisasi beberapa teknologi grafis 3D yang masih eksperimental.
Tak hanya dari sisi visualnya, tapi cara Akira melakukan framing setiap adegan membuat lingkungan film ini terasa sangat besar.
Hal ini membuat kita menjadi terasa sangat kecil di dalam dunia Akira, dan membuat pengalaman menonton film ini sangat imersif.
Sense of scale ini juga yang menjadi karakteristik dari berbaga media bertema cyberpunk untuk menggambarkan dunia yang masif namun gelap.
4. Kesimpulan review Akira

Akira, tak perlu diragukan, merupakan sebuah masterpiece yang sangat berpengaruh dalam sejarah industri anime Jepang.
Akira juga menjadi inspirasi bagi berbagai kreator di Jepang, sehingga apa yang kita nikmati saat ini juga berasal dari Akira.
Japanese Film Festival 2024 minggu lalu menjadi kesempatan bagi fans anime untuk menonton Akira di layar bioskop, sebagaimana pada tahun 1988 silam.
Jika kamu hadir pada penayangan Akira di JFF 2024, khususnya di layar Starium, maka kamu adalah salah satu fans yang beruntung menyaksikan karya ini di format aslinya.