Baca artikel GGWP lainnya di IDN App
For
You

Bang Ricky: Pekerja Anak di Industri Esports Tidak Etis

Dalam simposium Esports Indonesia yang berlangsung di kantor KONI Pusat hari ini (3/10), CEO GGWP.ID, Ricky Setiawan atau yang dikenal dengan sapaan Bang Ricky, berkesempatan menjadi pembicara dan menyampaikan suatu hal yang berhubungan dengan esports.

Pada kesempatan ini, Ricky Setiawan mengangkat tema berdasarkan kenyataan di esports, dimana adanya anak di bawah umur yang ikut bertanding di liga atau turnamen kasta tertinggi untuk game-game esports.

Ricky menggarisbawahi mengenai siapa itu anak, dan bagaimana posisi anak di dunia tenaga kerja yang sudah diatur di undang-undang ketenagakerjaan.

“Sedikit soal definisi, jelas sekali di undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, terutama pasal 68, pengusaha dilarang mempekerjakan anak.” Kata Ricky Setiawan.

“Kedua, apa yang disebut anak? Di pasal satu disebutkan jelas anak adalah seseorang yang berumur di bawah 18 tahun.” Ungkap CEO GGWP.ID ini.

Berdasarkan fakta dari peraturan peserta turnamen atau liga, khususnya liga-liga tertinggi, Ricky mengungkapkan bahwa standar usia yang digunakan memperbolehkan anak usia 15 atau 16 tahun ikut berkompetisi.

“Dari peraturan kompetisi-kompetisi professional, game-game di Indonesia, saya sebut saja, mohon maaf menyebut merk, Mobile Legends, PINC PUBG Mobile, ASL untuk Arena of Valor, semuanya itu memperbolehkan anak usia 15-16 tahun.” Papar pria yang kerap disapa Bang Ricky ini.

Apakah hal itu legal atau tidak, ternyata, dipaparkan Ricky lebih lanjut, ada undang-undang yang memungkinkan hal tersebut, khususnya kaitannya dengan pengembangan minat dan bakat anak.

“Pertanyaannya, legal atau tidak? Selalu ada celah. Celahnya salah satunya adalah keputusan Menteri nomo 115 tahun 2004 tentang pengembangan minat dan bakat. Walaupun di sana secara gamblang tertulis bahwa pengembangan minat dan bakat itu maksimal sehari hanya 3 jam seminggu maksimum 12 jam dan butuh ijin orangtua.” Ungkapnya.

Namun berdasarkan pengalaman CEO GGWP.ID ini, memang bisa saja seseorang mengatakan bahwa anak-anak itu bermain selama tiga jam, namun kenyataannya tidak jarang tetap akan menjalankan latihan delapan jam, sebagaimana jam kerja bagi tenaga kerja.

“Kita bisa saja bilang kalau anak-anak ini main maksimal sehari tiga jam bersama tim, sisanya dibebasin bermain Bersama anak-anak yang lain. Walaupun kenyataannya, saya kebetulan juga punya tim yang berkompetisi, mereka semua dewasa, di atas 18 tahun dan mereka bekerja minmal delapan jam sehari. Jadi kalau dibilang tiga jam sehari, itu salah. Tapi kalau ditanya itu legal atau enggak, legal.” Kata Bang Ricky menjabarkan pendapatnya.

Lantas jika dalam hal legal atau tidak masih ada undang-undang dan hubungan dengan pengembangan minat dan bakat, maka bagi Ricky, etika yang akan menentukan.

“Yang menjadi pertanyaan bukan legal atau tidak, tetapi etikanya. Etis atau tidak kita mengorbankan masa kecil anak untuk bekerja professional. Etis atau tidak kita mempertandingkan anak-anak melawan orang dewasa.” Kata Ricky Setiawan.

Walau diakui bahwa ranah etika ada di wilayah abu-abu, Ricky tetap berpendapat bahwa kaitan dengan anak, seseorang yang masih berusia kurang dari 18 tahun, harus menjalani kegiatan layaknya tenaga kerja adalah hal yang tidak etis.

“Namanya etika, ini ada di wilayah abu-abu. Pasti ada yang bilang ‘sah-sah saja, mendukung minat dan bakat anak’. Tapi saya sendiri mengatakan itu tidak etis. Kenapa? Karena bekerja secara professional itu selalu ada waktunya, 18 tahun.” Tutur Ricky Setiawan.

Lalu bagaimana untuk menempatkan pengembangan minat bakat anak dengan kegiatan berkompetisi bagi anak? Ricky memberi contoh adanya peraturan dari kompetisi untuk usia minimum di olahraga yang sangat tegas (tidak ada di bawah 18 tahun), maupun pengelompokan usia kompetisi.

“Jadi, kalau misalkan legal tetapi tidak etis, lalu bagaimana legal dan juga etis? Sebenarnya kita bisa mencontoh olahraga lain, IBL misalnya, yang merupakan kompetisi basket tertinggi di Indonesia, minmal 19 tahun. Atau bola, ada urutannya, 16, 19 , 22, dan tim senior.” Kata Ricky memberi contoh.

Hal tersebut juga yang menjadi salah satu rekomendasi serta harapan Ricky Setiawan untuk kompetisi esports, yang mengharapkan adanya liga pengembangan (development) untuk mengembangkan minat dan bakat anak.

“Rekomendasi dan harapan saya. Pertama harapan saya yang paling dalam ke pemerintah adalah menegakkan undang-undang nomor 12 tahun 2003, tentang ketenagakerjaan pada bidang profesional yang paling pucuk untuk semua game esports di Indonesia.” Ungkap Ricky Setiawan.

“Kedua, harapan saya kepada rekan-rekan publisher adalah mengembangkan liga pengembangan bakat untuk anak-anak usia 15-18 tahun. Ini sangat penting juga. Kita butuh bakat-bakat untuk bertanding di tingkat internasional, dan perlu dilatih. Tetapi anak-anak melawan anak-anak, dewasa melawan dewasa.” Lanjut Ricky Setiawan.

“Dan terakhir kepada teman-teman tim esports, saya ingin kita melihat generasi anak. Saya bapak dari seorang anak, dan setiap kali melihat anak saya, saya tanamkan untuk tidak mengorbankan masa kecilnya sekaligus masa depannya, akibat memaksa dia untuk kerja profesional sebelum waktunya.” tutupnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Jefri Sibarani
EditorJefri Sibarani
Follow Us