Setelah rehat jadi caster MPL, kini Kornet kembali jadi caster di scene Valorant. Kenapa memutuskan untuk comeback?
Waktu jadi analis nggak sih? Gua juga agak-agak lupa. Kalau nggak salah waktu itu masih nge-caster MPL lalu gua dapat tawaran nge-caster Valorant.
Kebetulan waktu itu gua juga lagi sering main Valorant. Jadi gua kayak, “Mumpung ditawarin dan ada kesempatannya, kenapa nggak dicoba?”
Saat itu gua masih takut kaena gua bilang ke manajer gua, “In-game knowledge gua masih belum ada karena gua belum main banyak, masih tier receh.”
Makanya gua ambil jadi analis dan gua kebanyakan ngikut FrostMisty. Gua ngikut pengen tahu scene-nya seperti apa dan kerjanya seperti apa.
Habis itu gua belum lanjutin lagi karena gua belum mampu. Gua tipikal orang yang kalau belum mampu dan in-game knowledge-nya belum ada, gua lebih baik nggak ambil daripada gua jadi tong kosong nayring bunyinya.
Itu berlaku juga di zaman Magic Chess. Padahal kliennya mau banget sama gua. Sampai maksa gua untuk ikut di final Magic Chess.
Tapi dengan berat hati gua minta maaf berkali-kali bahkan setelah approach gua, gua bilang, “In-game knowledge Magic Chess gua nggak ada. Yang ada nanti gua cuma teriak doang nggak ada isinya.”
Kata client-nya “Oh nggak apa-apa, justru gua pengen Kornet yang seperti itu.” Aduh mohon maaf ini di luar kendali gua, gua nggak bisa nge-caster seperti ini.
Jadi gua tipe yang seperti itu, dimana gua nggak mau ambil (job nge-caster) kalau in-game knowledge-nya nggak ada.
Untuk saat ini, apa sih yang membuat Kornet tertarik dengan game Valorant?
Mungkin karena game-nya tembak-tembakan ya. Dulu awal gua suka game online dari Counter Strike 1.6, terus beralih ke CS Condition Zero, Point Blank, dan baru kenal MOBA itu zaman kuliah DOTA 2.
Kalau ngomong soal game gua lebih suka FPS, sampai akhirnya ketagihan DOTA. MLBB itu muncul karena gua pengen jadi caster DOTA terus nggak kesampaian karena nggak punya PC, jadinya ke Mobile Legends.
Memang Valorant tidak seperti CS atau PB. Banyak skill, meta, dan in-game knowledge yang harus dipahamin.
Saat itu gua merasa PR-nya banyak banget dan nggak pede. Belum sanggup untuk fokus di situ, jadinya balik ke MLBB lagi.
Selain menjadi caster, Kornet juga menjadi CEO dari ARF Team. Apa saja tantangan dalam mengelola sebuah tim esports?
Tantangannya itu, ternyata tim esports itu bukan hanya menang-kalah. Tapi gimana cara me-manage uang masuk dan keluar, terus caranya menggaet sponsor.
Pusingnya itu ketika kita tim baru dan sponsor melihat apa timbal balik dari tim kita.
Lebik ke me-manage tim sebagai bisnis, itu yang agak sulit dan kaget karena tidak semudah itu.
Ketika kita masuk ke dalam internal tim itu untuk ngurus di dalamnya, ternyata banyak yang harus dikelola. Bukan cuma soal menang-kalah.
Sebagai seorang caster, bagaimana Kornet melihat perkembangan scene Valorant di Indonesia, baik dari sisi pro player hingga fans umum?
Kalo ngomongin soal komunitasnya, udah mulai naik. Udah mulai step up secara viewer dan fanbase.
Mungkin akan mulai terlihat di VCT Indonesia Split 2 yang akan diadakan di Taman Anggrek.
Selama ini Valorant pertandingannya selalu online karena awal scene kompetitifnya di zaman COVID. Orang tahunya VCT Indonesia itu kompetisi online.
Gua penasaran kalau offline akan sebesar apa, semoga bisa menarik banyak orang untuk melihat Valorant. “Oh, ternyata ada game PC yang seru ya,” “Oh ternyata untuk main Valorant tidak membutuhkan biaya yang banyak.”
Ini karena ketakutan orang membuat PC Valorant itu mahal, padahal nggak sama sekali. Tanpa PC ratusan juta pun lu bisa main game ini dan kompetitif di dalamnya.
Jika ada yang bisa ditingkatkan di dalam komunitas Valorant di Indonesia, hal apakah itu?
Dari scene kompetitifnya, menurut gua Riot udah gokil parah, bagus banget. Tapi memang balik lagi karena ini game PC dan di Indonesia nggak sebesar game mobile, butuh proses pelan-pelan.
Gua kalau melihat dari dulu MLBB seperti apa, gua lihat Valorant seperti Mobile Legends di awal-awal.
Valorant masih stuggle untuk fight, masih mencari formula untuk menarik perhatian orang-orang dan suka dengan game, tim, dan gameplay-nya. Semoga ke depannya penontonnya bisa terus bertambah.
Apakah Kornet punya tips atau pesan untuk teman-teman yang ingin jadi caster?
Jangan takut terus dan harus mau belajar. Kalau misalnya kalian masih baru dan kena hujat viewer, saran gua hindari saja.
Kalau kalian kepo boleh baca dikit-dikit tapi kalian harus tahu risikonya seperti apa.
Menurut gua yang akan menjadi tolak ukur bukan komentar netizen, tapi orang yang percayai kamu untuk nge-caster di satu event.
Kalau misalnya butuh pendapat, tanyakanlah pada orang EO, client, dan temen-temen caster. Jangan peduliin netizen.
Lalu perbanyak jam terbang. Kalau misalnyan ge-caster cuman 1-2 match doang, mungkin akan bagus tapi stuck di situ saja.
Kalau sudah terjun di dunia caster, terimalah semua job karena itu yang gua lakuin dulu. Mau itu dari sekolahan, kampus, atau warkop, terima aja.
Karena dulu gua jadi caster karena memang passion, cinta dengan dunia broadcast dan game-nya, gua tidak memikirkan bayaran. Gua tidak memikirkan uang.
Kalau dari awal sudah memikirkan uang mungkin akan menolak kalau cuma di warkop dan gajinya kecil.
Ujung-ujungnya kurang jam terbang dan kalau kurang, akan susah ke depannya ketika sudah ikut turnamen besar.
Nah, itu dia profil, biodata, serta wawancara eksklusif dengan Kornet. Apakah dia merupakan caster favorit kamu?
Untuk lebih banyak informasi seputar esports, jangan lupa untuk follow akun Instagram GGWP.ID di @ggwp_esports!