EKSKLUSIF: Bagaimana Cara Agate Menjamin Work-Life Balance Developer-nya dengan Culture Kerja Positif

Dalam sebuah sesi eksklusif bersama GGWP, Co-Founder dan CEO Agate Shieny Aprilia mengungkap bagaimana culture kerja mereka menjamin kesejahteraan developer mereka.
Berkembangnya kabar seputar Brandoville Studios dan kasus kekerasan yang terjadi di dalam studio ini, membuat isu kesejahteraan pegawai di industri semakin penting.
Kasus dalam studio outsourcing tersebut menjadi pelajaran bagi semua studio tentang pentingnya memperlakukan developer secara manusiawi.
GGWP mendapatkan kesempatan untuk mengulik bagaimana Agate memastikan work-life balance para developer meeka agar mereka semua dapat bekerja secara efektif dan aman.
Menyelami culture kerja Agate

Dalam sesi lunch eksklusif yang dihadiri GGWP di IGDX 2024, Shieny Aprilia menjelaskan apa saja hal yang Agate lakukan untuk memastikan kebahagiaan developer mereka.
“Ada banyak yang kita lakukan, salah satunya adalah kita pay attention dengan leadership level, dan bagaimana leadership ini bisa taking care tim mereka,” kata Shieny.
Salah satu caranya adalah dengan mengadakan sesi 1 on 1 setiap minggu hingga bulan untuk mengutarakan unek-unek serta hal yang dirasa kurang nyaman selama bekerja.
“Kita cuma allocate 20 menit, tapi sebisa mungkin ngobol secara human to human. Dari situ harapannya bisa kelihatan, apapun yang anaknya ingin sampaikan bisa tersampaikan, dan dia bisa build trust juga sama leader-nya,” paparnya.
Selanjutnya, Agate juga mengadakan wellbeing survey setiap quarter untuk memastikan apakah para developer memiliki keluhan selama bekerja atau tidak.
Jika ditemukan ada hal yang dirasa kurang berkenan, maka solusi akan dicari secara menyeluruh dari sisi developer hingga dari sisi leader tim.
Tim HR akan bertanya kepada developer apa yang membuatnya kurang nyaman selama bekerja, dan bertanya kepada leader tim soal kondisi kerja di tim mereka.
Langkah tersebut diambil untuk memastikan para developer bias tetap bahagia, dan memastikan angka retensi pegawai tetap baik.

“Jangan sampai dia keburu hanyut dengan berbagai masalahnya sendiri yang nggak tersampaikan. Kita sering melakukan itu dan hopefully apapun yang kru atau leader merasa terganggu, bisa terselesaikan dengan wellbeing survey,” lanjut Shieny.
Pada akhirnya, culture kerja Agate yang selalu ditekankan adalah memastikan bahwa semua orang punya kanal untuk menyuarakan suara mereka.
Setiap developer di-encourage untuk berbicara kepada leader tim, HR, atau personil C level seperti Shieny jika ada hal-hal yang penting untuk dibicarakan.
Pendekatan ini juga berlaku dari sisi atas juga, dimana leader tim berusaha untuk terbuka dengan bawahan mereka dan mendengarkan keluhan mereka.
“Di manapun kita sangat welcome jika ada yang mau raise issue. Jika ada team member yang merasa decision yang kita ambil itu salah, itu sangat di-encourage untuk ngomong dengan atasan,” ungkap Shieny.
Shieny mengerti bahwa semakin besar sebuah studio, maka masalah-masalah di dalamnya akan sulit terlihat.
Namun dengan komunikasi yang terbuka, ia berharap masalah-masalah itu bisa ditemukan solusinya.
“Jadi kita sangat me-nurture culture dimana setiap orang boleh ngomong. Tapi kita ararhkan orangnya untuk bicara di jalur yang produktif dan solutif,” pungkasnya.