Polisi Jepang Menangkap Tengkulak Konsol Game

Pada tanggal 19 Januari, surat kabar Sankei Shimbun dan situs berita Kobe Shimbun NEXT melaporkan penangkapan sebanyak 11 orang yang menjadi tengkulak konsol game oleh pasukan gabungan Divisi Investigasi Siber Kepolisian Prefektur Hyogo dan kepolisian Prefektur Gunma.
Mereka diduga terlibat dalam kegiatan penipuan dengan membuat akun palsu untuk membeli dan menjual kembali beberapa unit konsol permainan tanpa merinci jenis konsol yang dimaksud.
Para tersangka, termasuk seorang siswa SMA berusia 17 tahun dan seorang eksekutif perusahaan berusia 19 tahun, didakwa membuat sejumlah akun palsu pada 16 Oktober untuk mendaftar di situs pengecer elektronik.
Mereka berusaha membeli 18 unit konsol permainan dengan total diperkirakan 684.000 yen atau sekitar US$4.627. Unit konsol permainan tersebut disinyalir dikirim ke sebuah apartemen di Nagoya.
Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa para tersangka menggunakan akun palsu tersebut di berbagai situs pengecer elektronik.
Diyakini bahwa pada bulan Oktober 2023 saja, mereka berhasil membeli dan menjual kembali setidaknya 2.000 unit konsol permainan dengan nilai sekitar 85 juta yen atau sekitar US$575.012. Praktik ini menimbulkan kekhawatiran karena umumnya ada batasan jumlah konsol permainan yang dapat dibeli oleh satu individu untuk mencegah peredaran di pasar sekunder.
Pihak berwenang saat ini tengah menyelidiki sumber dana yang digunakan oleh para pelaku untuk membeli unit konsol permainan tersebut. Hal ini mencerminkan upaya untuk menemukan akar masalah dan mencegah praktik ilegal semacam ini di masa depan.

Dalam dunia yang terus berkembang secara digital, upaya penegakan hukum terhadap kejahatan siber semakin menjadi perhatian utama untuk memastikan keamanan dan integritas dalam perdagangan elektronik.
Kejadian ini menyoroti tantangan yang dihadapi oleh pihak berwenang dalam menanggulangi aktivitas penipuan di era digital. Dengan maraknya perdagangan elektronik dan popularitas konsol permainan, praktek memanfaatkan akun palsu untuk mengakali pembatasan pembelian secara online menjadi semakin meresahkan.