#MAIN: AGNI: Village of Calamity, Dari Naskah ke Game Horor Sinematik

- AGNI: Village of Calamity akan berpartisipasi di Tokyo Game Show 2025, dengan bantuan Asosiasi Game Indonesia serta EKRAF.
- Saat trailer AGNI pertama kali muncul, banyak gamer dan pecinta horor Indonesia sepakat bahwa game ini akan meningkatkan level industri game lokal.
- Diproduksi dengan beberapa teknologi terkini, AGNI mungkin bisa dikatakan sebagai percobaan industri game Indonesia memasuki segmen triple A.
MAIN (Made in Indonesia) adalah konten spesial yang dibuat oleh GGWP untuk merayakan kehadiran 8 game buatan Indonesia di Tokyo Game Show (TGS) 2025. Di sinilah, kamu bakal mengetahui informasi lebih dalam mengenai kisah di balik layar sebuah game, hingga akhirnya bisa mewakili Indonesia di salah satu acara game internasional paling bergengsi saat ini.
Pada artikel MAIN ketujuh ini, kami akan mengulas game AGNI: Village of Calamity buatan Separuh Interactive.
Saat trailer AGNI pertama kali muncul, banyak gamer dan pecinta horor Indonesia sepakat bahwa game ini akan meningkatkan level industri game lokal. Pendekatan sinematik dan realismenya dinilai berhasil meskipun masih dalam bentuk trailer.
Diproduksi dengan beberapa teknologi terkini, AGNI mungkin bisa dikatakan sebagai percobaan industri game Indonesia memasuki segmen triple A, dengan production value tinggi dalam berbagai aspek.
Kali ini, GGWP melakukan wawancara eksklusif dengan Ardhan Fadhlurrahman, produser game AGNI: Village of Calamity untuk berbicara seputar pengembangan game ini, partisipasi mereka di Tokyo Game Show 2025, dan pandangan Sepatuh Interactive terhadap Hari Game Indonesia 2025.
1. Demo AGNI akan debut di TGS 2025

Seperti disebutkan di atas, AGNI: Village of Calamity akan berpartisipasi di Tokyo Game Show 2025, sebagai bagian dari 8 developer yang akan berangkat dengan bantuan Asosiasi Game Indonesia serta EKRAF. Ardhan menjelaskan, pada awalnya Separuh Interactive berencana untuk berangkat secara mandiri, namun akhirnya mendapatkan jalan terbaik melalui kurasi pihak AGI.
"Awalnya kami berniat membuka booth secara mandiri dengan mendaftar langsung ke pihak penyelenggara," terang Ardhan, yang mengaku awalnya urung berangkat ke TGS karena terkendala faktor finansial dan logistik. "Melalui berbagai diskusi dan proses kurasi, akhirnya kami terpilih sebagai bagian dari Delegasi Indonesia untuk Tokyo Game Show 2025. Ini adalah momen yang sangat berarti bagi kami, tidak hanya sebagai validasi atas kerja keras tim, tetapi juga sebagai kesempatan untuk membawa horor Indonesia tampil sejajar di panggung internasional."
Ardhan menjelaskan, momen TGS 2025 akan dimanfaatkan untuk mengumumkan debut demo yang disebut "Playable Teaser". "Kami menganggap ini sebagai sebuah kehormatan besar karena bisa memperkenalkan genre survival horror kembali ke tempat asalnya, yaitu Jepang. Terlebih lagi, kami akan tampil di acara yang sama dengan nama-nama besar seperti Resident Evil, The Evil Within, dan Silent Hill, yang sejak awal menjadi inspirasi utama kami," paparnya.
"Kami berharap pengumuman Playable Teaser di Tokyo Game Show nanti dapat membuka jalan bagi kolaborasi dengan publisher internasional, terutama untuk menjangkau pasar-pasar strategis," lanjut Ardhan. "Platform seperti Tokyo Game Show sangat ideal untuk produk yang sudah berada pada tahap matang dan siap bersaing di pasar internasional. Tidak hanya sebagai ajang promosi, tetapi juga sebagai latihan penting bagi studio baru untuk memahami bagaimana cara mempresentasikan dan memperkenalkan game mereka di kancah global."
Lebih lanjut lagi, bagi Ardhan acara seperti TGS merupakan asarana yang cocok untuk memperkenalkan game ke pasar baru, sekaligus meningkatkan pengalaman dan kemampuan developer. "Kami sangat merekomendasikan studio-studio game Indonesia untuk mencoba tampil di TGS ataupun pameran internasional lainnya, karena pengalaman dan wawasan yang didapat benar-benar dapat meningkatkan kualitas studio secara keseluruhan," ujarnya.
2. Game horor sinematik ala film Joko Anwar

Dalam wawancara eksklusif sebelumnya bersama GGWP, Ardhan menyebut AGNI banyak terinspirasi dari film horor Indonesia ciptaan Joko Anwar hingga Mo Brothers. Film-film tersebut membantu membentuk feel sinematik dalam game AGNI, baik saat cutscene maupun in-gameplay. Selain dari elemen yang bisa kita lihat, elemen yang bisa kita cerna, yaitu ceritanya, pun terinspirasi dari film-film tersebut.
"Filosofi utama dalam AGNI adalah tentang konsekuensi. Kami ingin menyampaikan bahwa setiap tindakan, setiap keputusan, sekecil apapun, akan meninggalkan jejak yang tak bisa dihindari. Dalam dunia AGNI, masa lalu tidak pernah benar-benar hilang. Ia membayangi, membentuk, dan pada akhirnya menuntut pertanggungjawaban," papar Ardhan.
Separuh Interactive mencoba menerjemahkan esensi dari film horor Indonesia ke dalam bentuk interaktif yang bisa dirasakan langsung oleh pemain. "Horor Indonesia cenderung tidak hanya mengejutkan, tapi juga menyentuh ranah spiritual, sosial, dan budaya. Dalam konteks ini, konsekuensi menjadi inti karena ia merefleksikan nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat kita. Bahwa segala sesuatu ada balasannya, bahwa yang gaib sering kali hadir sebagai representasi dari kesalahan yang belum ditebus," ungkap Ardhan.
Bahkan, usaha Separuh Interactive mengejar kesempurnaan sinematik ini pun mempertemukan mereka kepada para sineas yang menjadi inspirasi mereka. "Pertemuan kami dengan Joko Anwar adalah salah satu momen paling berharga dalam proses pengembangan AGNI: Village of Calamity. Sejak awal, beliau sudah menunjukkan ketertarikan terhadap proyek ini," jelas Ardhan.
Dalam pertemuan dengan Joko Anwar tersebut, sutradara Pengabdi Setan itu berbagi pengalamannya membuat film horor, teknik penceritaan, serta mencoba langsung demo AGNI dan memberikan respon positif. "Beliau juga berharap agar game ini bisa sukses di pasar, sehingga dunia dan cerita yang telah kami bangun bisa terus dikembangkan di masa depan. Harapan itu menjadi penyemangat besar bagi kami untuk membawa AGNI ke level yang lebih tinggi dan menjadikannya karya yang layak dibanggakan sebagai bagian dari ekosistem horor Indonesia," sambung Ardhan.
Pendekatan sinematik ini juga turut dirasakan hingga proses produksi game AGNI itu sendiri. Ardhan mengatakan, proses motion capture karakter menuntut tim developer memiliki kemampuan untuk mengarahkan aktor mocap sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan di dalam game. "Di situ kami harus benar-benar belajar menyutradarai aktor, bukan hanya secara teknis, tapi juga dari sisi emosi dan performa. Kami mengarahkan mereka layaknya sutradara film, membimbing ekspresi, gerakan, dan dinamika antar karakter agar semuanya terasa hidup dan sesuai dengan intensitas cerita yang ingin kami sampaikan," jelasnya.
Apa yang awalnya bermula sebagai naskah film pendek, berevolusi menjadi sesuatu yang lebih besar, yang menuntut interaktivitas dan sentuhan pemain untuk merasakan pengalaman terbaiknya. "Sejak awal, kami memang membangun AGNI bukan dari pendekatan game pada umumnya, melainkan dari sudut pandang sinematik. Kami ingin pemain merasa seperti sedang memainkan sebuah film horor Indonesia, dengan atmosfer yang kuat dan ketegangan yang terus terjaga sepanjang permainan," lanjut Ardhan.
3. Budaya lokal bisa jadi kekuatan game Indonesia

Ardhan menjelaskan, developer game Indonesia punya kekuatan sebagai tuan rumah, yaitu memanfaatkan unsur budaya lokal untuk diangkat ke dalam game. "Budaya, cerita rakyat, mitologi, hingga atmosfer khas Indonesia adalah sumber inspirasi yang sangat kaya dan belum banyak dieksplorasi secara global. Ini menjadi kekuatan kami dalam menghadirkan sesuatu yang unik, seperti yang kami lakukan di AGNI: Village of Calamity," papar Ardhan.
Tapi di sisi lain, Ardhan menilai developer game Indonesia juga masih harus menghadapi tantangan krusial. SDM dalam industri game Indonesia masih kurang siap untuk mengerjakan proyek game dengan standar internasional. Lebarnya gap antara developer lokal dan luar negeri, serta kurangnya spesialis dengan skillset khusus/advance membuat game Indonesia masih kesulitan untuk mengejar teknikalitas game luar negeri.
"Untuk studio seperti kami yang fokus pada pendekatan naratif sinematik dengan teknologi seperti motion capture, membangun pipeline produksi berstandar internasional menjadi tantangan tersendiri karena tidak semua skill tersebut mudah ditemukan di dalam negeri," terang Ardhan. "Rekrutmen pun menjadi proses yang panjang, karena kami harus memilih dan juga membina agar visi dan kualitas tetap terjaga."
Terlepas itu, Ardhan mengaku masih optimis dengan industri game lokal karena ekosistemnya masih menjanjikan. Terdapat dukungan dari banyak pihak seperti pemerintah, asosiasi game, komunitas gamer, hingga media massa. Ia berharap kolaborasi antara berbagai pihak ini bisa mewujudkan masa depan cerah buat industri game Indonesia.
"Kami melihat bahwa karya anak bangsa mulai mendapatkan lebih banyak sorotan dan dukungan, namun masih belum maksimal, terutama dari sisi pasar dan industri," jelas Ardhan. "Jika kolaborasi antara komunitas, media, publisher, dan pemerintah terus diperkuat, karya anak bangsa akan semakin dikenal, diapresiasi, dan bersaing tidak hanya di dalam negeri tetapi juga di pasar global."
4. Momen Hargai 2025: Jangan sekedar jadi seremonial

"Kami memaknai Hari Game Indonesia bukan sekadar seremoni tahunan, tetapi sebagai bentuk pengakuan yang sangat penting bagi perjuangan para developer lokal," kata Ardhan soal Hari Game Indonesia tahun 2025. "Ini adalah momen yang menunjukkan bahwa industri game buatan anak bangsa layak dihargai, didorong, dan dirayakan sebagaimana sektor kreatif lainnya seperti musik dan film."
Ardhan mengungkap momen Hargai bisa dimanfaatkan untuk merayakan pencapaian industri game lokal, serta mengedukasi kalangan gamer Indonesia agar developer lokal bisa menikmati kesuksesan game mereka di dalam negeri. Ia berharap di masa depan, setidaknya 50% gamer Indonesia menjadikan game Indonesia sebagai pilihan utama mereka.
Dari tahun ke tahun, jumlah developer game Indonesia, serta kesadaran gamer Indonesia untuk memainkan game lokal terus meningkat dalam taraf yang konstan. Ardhan berharap tren ini bisa terus terjaga untuk mewujudkan harapan di atas. "Dengan dukungan pasar domestik yang kuat, para pengembang akan memiliki lebih banyak ruang untuk menciptakan karya orisinal dan membangun identitas kreatif yang kuat," kata Ardhan.
"Untuk mencapai hal tersebut, diperlukan kolaborasi yang solid dari berbagai pihak, mulai dari peningkatan keterampilan sumber daya manusia, akses yang lebih luas terhadap teknologi dan pendanaan, hingga kebijakan yang berpihak kepada produk lokal. Kami ingin melihat industri game Indonesia berkembang tidak hanya karena semangat para kreatornya, tetapi juga karena adanya ekosistem yang sehat dan berkelanjutan," sambungnya.
Tidak hanya industrinya, Ardhan juga berharap para pelakunya pun bisa turut berkembang dan level up. "Untuk para developer muda, jangan ragu untuk mulai berkarya dan terus belajar. Meski standar industri internasional terus menanjak tinggi, Indonesia membutuhkan lebih banyak pembuat game yang berani membawa identitas lokal ke dalam karya yang relevan dan berkualitas. Terus eksplorasi, kolaborasi, dan manfaatkan setiap kesempatan untuk tumbuh bersama komunitas," ujarnya.
5. Langkah jangka panjang AGNI

Setelah TGS 2025, Ardhan mulai menatap fase produksi AGNI selanjunya, dengan menyempurnakan proses pengembangan game dan terus memoles game-nya sampai ke level yang memuaskan bagi semua pihak. Ardhan ingin apa yang Separuh Interactive capai melalui AGNI, dapat menjadi trigger berkembangnya industri game Indonesia secara keseluruhan.
"Kami terus membuka peluang bagi individu-individu berbakat di Indonesia untuk bergabung, berkembang bersama, dan ikut membentuk wajah industri game lokal yang lebih matang. Harapannya, AGNI tidak hanya menjadi game yang sukses secara produk, tetapi juga menjadi contoh bagaimana talenta Indonesia bisa tumbuh dan bersinar dari tanah sendiri," papar Ardhan.
"Perjalanan kami dimulai dari mimpi sederhana yang dibangun dengan keberanian besar, termasuk keputusan para founder untuk menggunakan tabungan pribadi demi menyalakan mimpi ini. Dari skrip film pendek yang kami ubah menjadi pengalaman interaktif, hingga akhirnya bisa tampil di Tokyo Game Show, setiap proses yang kami lalui terasa begitu bermakna dan membuktikan bahwa karya dari Indonesia mampu berdiri sejajar di panggung dunia," kenangnya.
Dari penghargaan Indonesia Game Awards, hingga partisipasi di Xbox Asia Developer Acceleration Program, masa depan AGNI sangat cerah. Dengan dedikasi dan ketekunan, visi Separuh Interactive untuk menciptakan game horor sinematik asli Indonesia dengan kualitas global dapat segera menjadi kenyataan. "Ini bukan akhir dari perjalanan, justru awal dari misi yang lebih besar untuk membuka jalan bagi karya lokal lainnya agar bisa dibanggakan dan dinikmati oleh dunia," pungkas Ardhan.
Cek lebih banyak informasi seputar AGNI: Village of Calamity lewat website resmi Separuh Interactive di https://www.separuhinteractive.com/.