Produser Ardhan Fadhlurrahman bersama Joko Anwar memainkan demo AGNI. (Dok. Separuh Interactive)
Dalam wawancara eksklusif sebelumnya bersama GGWP, Ardhan menyebut AGNI banyak terinspirasi dari film horor Indonesia ciptaan Joko Anwar hingga Mo Brothers. Film-film tersebut membantu membentuk feel sinematik dalam game AGNI, baik saat cutscene maupun in-gameplay. Selain dari elemen yang bisa kita lihat, elemen yang bisa kita cerna, yaitu ceritanya, pun terinspirasi dari film-film tersebut.
"Filosofi utama dalam AGNI adalah tentang konsekuensi. Kami ingin menyampaikan bahwa setiap tindakan, setiap keputusan, sekecil apapun, akan meninggalkan jejak yang tak bisa dihindari. Dalam dunia AGNI, masa lalu tidak pernah benar-benar hilang. Ia membayangi, membentuk, dan pada akhirnya menuntut pertanggungjawaban," papar Ardhan.
Separuh Interactive mencoba menerjemahkan esensi dari film horor Indonesia ke dalam bentuk interaktif yang bisa dirasakan langsung oleh pemain. "Horor Indonesia cenderung tidak hanya mengejutkan, tapi juga menyentuh ranah spiritual, sosial, dan budaya. Dalam konteks ini, konsekuensi menjadi inti karena ia merefleksikan nilai-nilai yang tertanam dalam masyarakat kita. Bahwa segala sesuatu ada balasannya, bahwa yang gaib sering kali hadir sebagai representasi dari kesalahan yang belum ditebus," ungkap Ardhan.
Bahkan, usaha Separuh Interactive mengejar kesempurnaan sinematik ini pun mempertemukan mereka kepada para sineas yang menjadi inspirasi mereka. "Pertemuan kami dengan Joko Anwar adalah salah satu momen paling berharga dalam proses pengembangan AGNI: Village of Calamity. Sejak awal, beliau sudah menunjukkan ketertarikan terhadap proyek ini," jelas Ardhan.
Dalam pertemuan dengan Joko Anwar tersebut, sutradara Pengabdi Setan itu berbagi pengalamannya membuat film horor, teknik penceritaan, serta mencoba langsung demo AGNI dan memberikan respon positif. "Beliau juga berharap agar game ini bisa sukses di pasar, sehingga dunia dan cerita yang telah kami bangun bisa terus dikembangkan di masa depan. Harapan itu menjadi penyemangat besar bagi kami untuk membawa AGNI ke level yang lebih tinggi dan menjadikannya karya yang layak dibanggakan sebagai bagian dari ekosistem horor Indonesia," sambung Ardhan.
Pendekatan sinematik ini juga turut dirasakan hingga proses produksi game AGNI itu sendiri. Ardhan mengatakan, proses motion capture karakter menuntut tim developer memiliki kemampuan untuk mengarahkan aktor mocap sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan di dalam game. "Di situ kami harus benar-benar belajar menyutradarai aktor, bukan hanya secara teknis, tapi juga dari sisi emosi dan performa. Kami mengarahkan mereka layaknya sutradara film, membimbing ekspresi, gerakan, dan dinamika antar karakter agar semuanya terasa hidup dan sesuai dengan intensitas cerita yang ingin kami sampaikan," jelasnya.
Apa yang awalnya bermula sebagai naskah film pendek, berevolusi menjadi sesuatu yang lebih besar, yang menuntut interaktivitas dan sentuhan pemain untuk merasakan pengalaman terbaiknya. "Sejak awal, kami memang membangun AGNI bukan dari pendekatan game pada umumnya, melainkan dari sudut pandang sinematik. Kami ingin pemain merasa seperti sedang memainkan sebuah film horor Indonesia, dengan atmosfer yang kuat dan ketegangan yang terus terjaga sepanjang permainan," lanjut Ardhan.