Induk ChatGPT, OpenAI Terancam Diblokir di Indonesia

- Kementerian Komunikasi dan Digital mengirimkan pemberitahuan resmi kepada 25 Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat, termasuk OpenAI, karena belum memenuhi kewajiban pendaftaran sesuai regulasi Indonesia.
- Kewajiban pendaftaran PSE diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 untuk memastikan keamanan, transparansi, serta kedaulatan digital Indonesia.
- Komdigi dapat memberlakukan sanksi administratif hingga pemutusan akses jika platform-platform tersebut tidak merespons atau tidak menyelesaikan proses pendaftaran sesuai peraturan yang berlaku.
OpenAI, perusahaan riset kecerdasan buatan yang menaungi ChatGPT, kini berada di tengah sorotan publik Indonesia.
Pasalnya, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dikabarkan telah mengirimkan pemberitahuan resmi kepada 25 Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) Lingkup Privat, termasuk OpenAI, karena belum memenuhi kewajiban pendaftaran sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia.
Dilansir dari Detik pada Rabu (19/11/2025), Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menegaskan bahwa kewajiban pendaftaran PSE bukanlah sekadar langkah administratif. Ia menyebutkan bahwa aturan tersebut dirancang untuk memastikan keamanan, transparansi, serta kedaulatan digital Indonesia.
“Pendaftaran PSE tidak hanya bersifat administratif, tetapi merupakan instrumen penting untuk memastikan kedaulatan digital Indonesia, serta melindungi masyarakat di dalam ekosistem digital yang sehat dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Kewajiban tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 5 Tahun 2020 (PM Kominfo 5/2020) tentang PSE Lingkup Privat, yang mengharuskan seluruh platform digital, baik lokal maupun asing, untuk melakukan pendaftaran sistem elektronik melalui OSS (Online Single Submission) sebelum beroperasi.

Alexander menegaskan bahwa pihak Komdigi dapat mengambil langkah tegas bila kewajiban ini terus diabaikan.
“Jika tetap tidak melakukan pendaftaran setelah notifikasi dikirimkan, sanksi administratif hingga pemutusan akses dapat diterapkan sesuai peraturan yang berlaku,” tegasnya.
Dari daftar resmi yang dirilis Komdigi, terdapat 25 platform yang belum mendaftarkan diri. Selain OpenAI, daftar tersebut juga mencakup berbagai perusahaan besar seperti Cloudflare, Dropbox, Duolingo, Marriott, Accor, IHG, Wikimedia Foundation, Zoho, Shutterstock, hingga beberapa platform lokal seperti RoomMe, Hijup, dan DokterSehat.
Meski demikian, Komdigi menegaskan bahwa pemerintah tetap membuka pintu dialog. Mereka siap memberikan pendampingan teknis kepada seluruh PSE yang belum melengkapi pendaftaran.
“Kami selalu terbuka untuk berdialog dan membantu proses teknis pendaftaran. Namun ruang digital Indonesia harus tunduk pada hukum Indonesia. Kepatuhan adalah syarat utama bagi seluruh platform yang ingin beroperasi dan melayani masyarakat Indonesia,” tambah Alexander.
Apabila dalam waktu yang ditentukan platform-platform tersebut tidak merespons atau tidak menyelesaikan proses pendaftaran, pemerintah dapat memberikan sanksi hingga pemutusan akses (blocking) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 PM Kominfo No. 5/2020.
Situasi ini membuat masa depan operasional OpenAI dan ChatGPT di Indonesia menjadi perhatian besar masyarakat. Keputusan selanjutnya akan sangat bergantung pada respons OpenAI dan perusahaan lainnya terhadap peringatan resmi dari pemerintah.


















