Seperti Apa Kebijakan Royalti Lagu Dari Sudut Pandang Musisi, Ini Pendapat Mereka

Pembahasan royalti lagu untuk bisnis dan komersil sedang sangat hangat dan viral di tengah masyarakat. Banyak yang mendukung royalti lagu untuk membantu para musisi lebih sejahtera, namun ada juga yang merasa keberatan dengan bertambahnya biaya yang harus dipenuhi toko dan restoran.
Selain itu, masih ada juga orang yang belum bisa membedakan penggunaan musik secara pribadi dan komersil, sehingga menganggap ada semacam pelarangan memainkan lagu di tempat umum.
Biar tak salah kaprah, yuk kita ngobrol soal royalti lagu, tapi kali ini dari sudut pandang musisi yang menerima langsung royaltinya. Untuk itu, tim GGWP.ID ngobrol bersama bassist band Tokyolite yaitu Alexander Bramono, serta rapper Tora.
Tokyolite mengawali karir sebagai band Jejepangan yang berdiri di Bogor bulan Juni 2009. Mereka terpilih sebagai wakil Indonesia dalam acara musik bergengsi Asia Versus di Jepang pada tahun 2013 dan berhasil meraih juara kedua; dengan Reino Barack dan GACKT sebagai salah satu jurinya.
Sementara itu, Tora yang juga mengawali karir di skena Jejepangan memulai peruntungannya sebagai rapper di tahun 2016. Di bulan Agustus 2018, Tora menjadi salah satu pemenang GoAhead Challenge yang membawanya ke panggung Soundrenaline 2018. Selain aktif sebagai musisi, ia juga merupakan penulis cerita untuk komik Ghost Note di CIAYO Comics.
Kira-kira apa ya yang bakal Tora dan Alex sampaikan soal royalti lagu?
Royalti dan tetek bengeknya

Bisa dijelaskan secara singkat apa itu royalti?
Alex: Royalti in a nutshell ya pembagian keuntungan yang didapatkan si pencipta karya saat karyanya didistribusikan secara komersial.
Tora: Analoginya gini sih, lagu itu adalah sebuah aset, dan ketika lo menggunakan aset ini untuk kepentingan komersil, yang punya aset harus dikasih potongan untuk keuntungan komersil itu. Kalau penggunaan personal sih tidak harus bayar royalti ya, karena gue lihat banyak banget yang salah kaprah soal ini. Kewajiban bayar royalti ini hanya berlaku kalau lagunya dipakai untuk kebutuhan komersil.
Tapi jenis hak atas sebuah lagu itu pun ada macem-macem. Ada hak atas hasil rekamannya, ada hak untuk komposisinya, untuk lagunya, macem-macem. Makanya ketika kita bicara soal “royalti lagu”, kita juga harus bahas konteksnya. Unsur apa dari lagu itu yang digunakan, untuk apa, dan siapa yang berhak untuk mendapatkan royalti dari penggunaan tersebut?
Nggak simple memang, tapi ini PR-nya lebih ke pihak seniman supaya paham apa saja hak mereka. Untuk pengguna tinggal bayar royalti sesuai ketentuan yang berlaku.
Kapankah biasanya royalti harus dibayarkan kepada musisi?
Tora: Mengenai sistem pembayaran royalti ini baiknya ditanya ke WAMI aja ya, hahaha. Gue nggak punya kapabilitas untuk ngasih rujukan atau apa, I’m just a rapper who cares. Cek website mereka saja langsung biar nggak ada misinformasi.
Alex: Jika merujuk pada suatu instansi seperti kata Tora, maka jawabannya ya baiknya ditanya ke mereka karena pasti kebijakannya beda beda. Tapi sejauh yang gw alami, ada yang dibayarkan per kuartal atau mungkin ada juga yang bahkan perbulan, tergantung urusannya dan perjanjiannya gimana sih.
Sejauh ini apakah ada penindakan untuk pelanggaran pembayaran royalti musik?
Alex: Ya tentu saja ada karena itu namanya wanprestasi bukan? CMIIW. Dan konsekuensinya ya gw rasa kembali ke perjanjian di awal aja.
Tora: Beberapa waktu silam gue membaca berita soal sebuah pelanggaran dan bagaimana mereka dituntut karena itu, jadi ya memang ada.
Bagaimana cara membayar royalti musik, dan kepada siapa kita harus membayar royalti musik?
Tora: Akan dibayarkan ke collecting society, ke lembaga yang bersangkutan. Proses dan caranya biar mereka aja yang sosialisasi, I can’t speak for them.
Siapa saja yang perlu membayar royalti lagu?

Jika toko/restoran memutar lagu melalui Spotify, apakah harus membayar royalti?
Tora: Iya, tapi begini sih. Spotify, bahkan yang premium, itu hanya untuk keperluan personal. Ini ada di user’s agreement mereka kok pas daftar. Jadi sebenernya tempat yang memutar lagu lewat Spotify itu bukan hanya harus membayar royalti, secara teknis ya melanggar aturan.
Alex: Kalau kita mengacu ke agreement-nya, Spotify kan penggunaannya untuk personal use ya jadi tentu saja jatuhnya adalah “pelanggaran” jika sebuah toko/ restoran memutar lagu lewat Spotify. Karena itu gw pernah dengar kalau ada namanya Spotify for Business yang gw rasa peruntukannya untuk komersial, tapi gw belum ngulik banyak ke sana.
Jika ada masyarakat biasa yang memutar musik dengan kencang di ruang umum untuk didengarkan sendiri, apa itu harus membayar royalti juga?
Tora: Kalau untuk kayak di tongkrongan atau misalnya gue lagi main basket nyetel lagu pake speaker ya enggak. Kata kuncinya, penggunaan secara komersil. Sepanjang lo nggak cari duit pake lagu orang, nggak perlu musingin perkara royalti ini.
Bagaimana dengan festival musik yang memainkan lagu orang lain (pensi SMA, event Jejepangan), apakah harus membayar royalti juga?
Tora: Hu-um, kemarin mas Adib sempet twit infografisnya kok. Di sana sudah cukup detil, kalau mau ngecek gimana-gimananya.
Apakah aturan royalti ini berlaku untuk musik Indonesia saja atau menjangkau musik lain (musik barat, anime, K-pop)? Bagaimana cara membayar royaltinya?
Tora: Berlaku worldwide kok. Mengenai teknis pembayaran gue nggak bisa ngomong gimana-gimana karena gue kan melihatnya dari sudut pandang senimannya, bukan regulator atau pemilik tempat usaha.
Royalti dari sudut pandang musisi

Apakah membawakan cover lagu harus membayar royalti?
Alex: In the ideal world, tentu saja, karena yang meng-cover akan mendapatkan keuntungan secara “komersil”. Tapi sistem monetisasinya sudah cukup berkembang dan mempermudah banyak pihak yang ingin membuat cover.
Tora: Tentunya. Apalagi kalau direkam dan dipublikasikan seperti artis-artis cover yang di YouTube. Sistemnya ada kok, dan cukup sederhana.
Apakah seorang DJ harus membayar royalti juga, meskipun mereka memainkan lagu remix?
Tora: Nah ini bisa macem-macem. Apakah lagu ini dia yang nge-remix? Kalau iya, nge-remix itu kan butuh ijin juga, dan saat proses ijin ini dia juga harus membayar royalti ke yang punya lagu karena, ya namanya remix. Lalu siapa pemilik master lagu remix itu? Bisa jadi si DJ akan membayar diri sendiri, bukan?
Jadi memang layernya banyak sih, pun situasional. Untuk yang begini-begini mending nanyanya ke praktisi hukum HAKI, biar bisa dibedah lebih mendalam situasinya.
Tapi tetap, rule of thumb: kalo lo make lagu orang buat nyari duit, one way or another lo akan membayar royalti.
Sebelum kabar soal pembayaran royalti musik ini merebak, bagaimana pengalaman musisi Indonesia menerima royalti?
Tora: Selama ini gue hanya mendapatkan pemasukan dari agregator, karena musik gue sendiri bukan musik yang umum diputar di ruang publik, jadi buat apa gue kejar-kejar yang nggak ada, ahhaha. Tapi orangtua gue adalah penulis lagu, dan pada jamannya lagunya masih sering diputar sih selalu dapat kiriman laporan dari YKCI per tahun. This was back in the 90’s ya, dan dari masa itu sampai masa sekarang ada banyak perubahan yang gue tidak alami secara langsung, jadi gue nggak punya kapasitas untuk membahas itu.
Alex: Idem seperti Tora, sejauh ini sih gw baru merasakan secara langsung via agregator. Tapi ada beberapa lagu gw yang dirilis di Jepang dan secara sistem royalti mereka memang udah sangat settle dan jelas. Perincian pembagian royalti bahkan cukup detail sampe ke penulis lagu, penulis lirik dan band-nya sendiri.
Kalian sebagai musisi, bagaimana pengalaman kalian memperjuangkan royalti karya kalian?
Tora: Gue sih hanya memastikan semua karya gue terdaftar dengan baik di badan-badan yang mengurusi dan dicek secara berkala.
Alex: Intinya tinggal didaftarkan saja karyanya ke lembaga hak cipta/ yang berwewenang, dari situ ya tinggal ikuti proses yang berlaku saja.
Dengan digalakannya aturan royalti musik ini, apa harapan kalian buat industri musik Indonesia, pemerintah, serta masyarakat umum?
Alex: Harapan gw simple, karya musik pelan pelan tidak lagi jadi sesuatu yang “taken for granted” karena di dalamnya ada waktu, tenaga dan banyak hal lainnya. Serta setidaknya, mulai ada langkah konkrit agar kehidupan seniman musisi nantinya bisa lebih terjamin melalui hak hak yang dia terima dari karyanya yang beredar secara komersil. Memang bukan hal yang mudah, tapi toh semua dimulai dari baby steps.
Tora: Harapan terbesar gue sih orang-orang jadi lebih melek mengenai hak atas karya dan bahwa menjadi seniman itu ada nilai ekonominya, jadi hal-hal semacam ini tidak diremehkan lagi. Juga, gue harap sistem ini berjalan dengan baik dan sehat supaya ekonomi di industri kreatif berputar. Kalau duitnya muter, seniman hidupnya lebih tenang, karya baru dan bagus akan lahir dengan sendirinya.
Itu dia beberapa insight soal royalti lagu dari Alex Tokyolite dan juga Tora. Semoga buat kita sebagai penikmat musik juga mendapatkan pencerahan dan baiknya bisa lebih apresiatif lagi kepada para musisi. Siapa lagi yang bakal dukung para musisi untuk berkarya selain kita fans mereka, betul?
Jangan lupa juga buat cek karya-karya Tokyolite dan Tora di Spotify dan platform musik lainnya!